Nilai tukar rupiah mencatat penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (7/8), terdorong oleh kombinasi sentimen domestik dan global.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah tercatat berada di posisi Rp16.286 per dolar AS hingga pukul 15.16 WIB.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menyebut penguatan rupiah kali ini terbilang tajam dan di luar perkiraan pelaku pasar.
“Rupiah siang ini menguat cukup tajam. Saya melihat bahwa penguatannya pun juga melampaui ekspektasi di 74 poin. Sekarang itu di Rp 16.288. Memang kalau saya lihat, baik dari segi eksternal maupun internal, kedua-duanya mendukung,” ujarnya kepada kumparan, Kamis (7/8).
Dari sisi domestik, penguatan didorong oleh rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen, lebih tinggi dari ekspektasi pasar.
Selain pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa pada akhir Juli 2025 tetap tinggi sebesar USD 152 miliar, sedikit turun dibandingkan posisi pada akhir Juni 2025 sebesar USD 152,6 miliar.
“Saya melihat tentang masalah pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua, di luar ekspektasi di 5,12 persen ini sudah cukup luar biasa,” kata Ibrahim.
Sementara dari eksternal, sentimen datang dari prospek penurunan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) AS pada pertemuan September mendatang.
Sejumlah data ekonomi AS yang dirilis di bawah ekspektasi memperkuat spekulasi pasar penurunan suku bunga akan segera dilakukan.
“Ada anggapan bahwa The Fed kemungkinan di bulan September akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Itu pun juga sesuai dengan jajak pendapat bahwa sampai saat ini penurunan suku bunga di bulan September masih di 96 persen,” ujar dia.
Selain itu, gejolak geopolitik antara AS dan Rusia turut menjadi perhatian pasar. Meski Presiden Donald Trump dan Presiden Vladimir Putin saling melontarkan pernyataan keras terkait konflik Ukraina, potensi pertemuan keduanya memunculkan harapan akan tercapainya kesepakatan tertentu.
Ekonom dan Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menambahkan penguatan rupiah juga dipicu oleh meningkatnya tensi dagang antara AS dan India serta nada dovish dari sejumlah pejabat The Fed.
“Penguatan rupiah dipengaruhi sentimen tensi dagang AS - India yang semakin meningkat serta sinyal dovish dari tiga pejabat the Fed,” kata Nafan.
Ia menilai, dari sisi domestik, posisi cadangan devisa yang tetap memadai menjadi penopang utama stabilitas rupiah.