Militer Israel (IDF) menyepakati kerangka untuk serangan baru ke Jalur Gaza, Rabu (14/8). Rencana tersebut dikutuk keras oleh Hamas.
“Panglima Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Eyal Zamir menyetujui kerangka utama bagi rencana operasional IDF di Jalur Gaza,” ujar pernyataan resmi IDF seperti dikutip dari AFP.
Kesepakatan itu merupakan tindak lanjut dari persetujuan kabinet keamanan soal keinginan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merebut kota terbesar di Gaza, Gaza City.
Kendati sudah disepakati oleh IDF, PM Netanyahu tak mengungkap detail waktu kapan tentara Israel masuk ke Gaza City. Saat ini ribuan orang di Gaza masih menjadikan Gaza City sebagai tempat perlindungan.
Sesaat setelah kesepakatan di internal Israel, Hamas angkat bicara. Dirjen urusan media Ismail al-Thawabta menegaskan keputusan itu berarti Israel bakal meluncurkan serangan agresif ke Gaza City.
“Serangan-serangan ini merupakan eskalasi berbahaya yang bertujuan untuk memaksakan realitas baru di lapangan dengan kekerasan, melalui kebijakan bumi hangus dan penghancuran total properti sipil," kata al-Thawabta.
Terpisah, juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengungkap serangan udara Israel makin masif dalam beberapa hari terakhir.
Akibatnya, kata Bassal, sebanyak 75 orang di Gaza kehilangan nyawa akibat serangan udara Zionis tersebut. Serangan ke Gaza City juga ditargetkan ke tenda kru Al Jazeera pada Minggu (10/8) malam waktu setempat. Lima jurnalis tewas termasuk jurnalis terkemuka Anas Al-Sharif.
Kecaman dari Dalam dan Luar Negeri
Saat bersamaan pula penolakan dari dalam dan luar negeri Israel terkait rencana serangan baru Israel ke Gaza semakin masif.
Bahkan penolakan mulai datang dari eks tentara Israel, salah satunya adalah mantan pilot pesawat tempur bernama Guy Poran. Dia mengatakan, sudah saatnya serangan ke Gaza dihentikan.
“Perang dan ekspansi ini hanya akan menyebabkan kematian para sandera, kematian lebih banyak tentara Israel, dan kematian lebih banyak lagi warga Palestina tak berdosa di Gaza,” ucap Poran.