Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan alasan Presiden Prabowo Subianto menyetujui pembentukan Kementerian Haji dan Umrah. Hal ini menjadi salah satu pembahasan kunci dalam RUU Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
RUU ini baru saja disepakati di tingkat Komisi VIII untuk kemudian dibawa ke Paripurna untuk disahkan.
“RUU tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah hadir bukan untuk mengubah esensi dari penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang telah kita bangun selama ini,” kata Supratman ketika membacakan sambutan singkat Prabowo dalam rapat, Senin (25/8).
“Melainkan untuk memperkuat menyempurnakan sistem penyelenggaraan haji dan umrah dengan dinamika kebutuhan jemaah serta prinsip tata kelola pemerintahan yang modern transparan dan akuntabel,” lanjutnya.
Supratman menjelaskan, pembentukan kementerian baru ini akan membuat kinerja pemerintah menjadi lebih fokus mengelola kebutuhan jemaah yang dinamis setiap tahunnya. Apalagi, aturan penyelenggaraan ibadah haji sering kali berubah-ubah menyesuaikan aturan dari Arab Saudi.
“Beberapa penguatan penting dalam RUU ini antara lain terkait kelembagaan dan tanggung jawab ibadah haji dan umrah, dalam masa mendatang penyelenggara ibadah haji dan umrah akan terintegrasi dalam 1 kementerian yang dibentuk untuk mengelola seluruh aspek haji dan umrah,” katanya.
“Hal ini bertujuan untuk memastikan koordinasi yang lebih efektif, pengambilan keputusan yang lebih cepat dan pertanggungjawaban administratif yang lebih jelas kepada masyarakat,” lanjut Supratman.
Perubahan paling mendasar dalam RUU Haji terletak pada pemisahan penugasan pengelolaan haji dari Kementerian Agama.
Awalnya, pengelolaan haji dijalankan oleh Kementerian Agama melalui berbagai unit terkait, kemudian dipisahkan menjadi Badan Penyelenggara (BP) Haji sebagai entitas khusus untuk mengurus seluruh aspek haji.
Meski begitu tidak ada pasal yang berubah mengenai aturan kuota haji reguler maupun khusus. Pembagiannya akan sama seperti yang saat ini diterapkan, yakni 92 persen untuk haji reguler dan delapan persen untuk haji khusus.
Yang berubah adalah kuota haji reguler untuk kabupaten dan kota akan ditentukan oleh menteri bukan lagi oleh kepala daerah.
Kini RUU ini sudah melewati pengambilan keputusan di tingkat I antara Panitia Kerja dan pemerintah. Artinya RUU ini sudah siap untuk dibawa ke Rapat Paripurna untuk pengambilan keputusan tingkat II yang dipimpin langsung oleh Pimpinan DPR RI.
Biasanya rapat paripurna diselenggarakan setiap Selasa dan Kamis tiap pekannya.