Pemerintah tengah menggodok rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya, salah satu persiapannya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas).
Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi menyebutkan pembentukan Satgas tersebut lantaran ada perubahan wewenang tugas, dari sebelumnya dalam naungan Kemenko Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), menjadi Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Infrawil).
Dudy menyebutkan, pembentukan Satgas Kereta Cepat Jakarta-Surabaya tersebut sudah diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto. Hal ini juga merupakan permintaan dari konsorsium China agar proyek bisa segera terlaksana.
"Ini sudah diajukan kepada Presiden, harapannya bahwa ini bisa kita bisa kita dapatkan karena ini menjadi salah satu permintaan juga dari China ya supaya koordinasinya menjadi lebih cepat," ungkapnya saat Press Background Sektor Perhubungan, Kamis (14/8).
Di sisi lain, kajian proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya juga masih dilakukan pemerintah. Dudy mengatakan, Prabowo sudah mengarahkan agar kereta cepat ini bisa segera diperpanjang dari Bandung.
Pengkajian tersebut meliputi opsi lintasan kereta cepat melalui jalur utara, selatan, atau tengah. Selain itu, masalah operasional juga masih dalam pembahasan apakah akan menggunakan teknologi Jepang, yakni berupa kereta semi cepat, atau tetap kereta cepat oleh China.
"Kita lihat opsi kereta cepatnya, apakah kita akan memilih kereta cepat atau semi cepat. Kalau kita memilih kereta cepat, kita juga harus memilih lintasan mana yang akan apakah lewat utara, lewat selatan, atau lewat tengah," jelas Dudy.
Adapun proyek kereta semi cepat yang bekerja sama dengan Jepang sempat masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN), namun akhirnya dicoret karena pemerintah fokus pada penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Kemenhub menghidupkan kembali kajian proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya, paralel dengan proyek kelanjutan kereta cepat dari Bandung. Dudy mengatakan, dirinya masih menghitung opsi mana yang memiliki nilai paling baik.
"Jepang mensyaratkan beberapa hal dan China memang belum secara spesifik kita bicara, namun kita harus mengkaji apakah jalur mana yang akan kita gunakan. Ini karena masing-masing opsi itu harus kita hitung betul, kita tidak ingin kita salah memperhitungkan dan menjadi masalah di kemudian hari," tandas Dudy.