Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, membantah terlibat dalam kasus korupsi kredit. Dia mengeklaim, dokumen pencarian kredit itu ditandatangani atas perintah atasannya.
"Saya menandatangani dokumen atas perintah presdir dan saya tidak terlibat," kata Iwan saat digiring menuju mobil tahanan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (13/8).
Namun Iwan tak mengungkap siapa sosok presdir yang dimaksud. Ia hanya kembali menegaskan, tak terlibat kasus itu.
"Saya tidak terlibat," tegasnya.
Kejagung memang baru saja menetapkan Iwan sebagai tersangka korupsi pemberian kredit oleh sejumlah bank pelat merah kepada Sritex.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung, menambahkan, Iwan terlibat dalam korupsi itu kala menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Sritex.
Menurut Nurcahyo, Iwan diduga menandatangani permohonan pemberian kredit modal kerja dan investasi kepada Bank Jateng pada 2019.
"Yang sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja dan investasi bisa diputus oleh Dirut Bank Jateng," lanjut Nurcahyo, dalam jumpa pers, Rabu (13/8).
Selain dari Bank Jateng, Iwan juga diduga menandatangani akta perjanjian pemberian kredit dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) pada 2020.
Dia pun mengetahui kredit yang diberikan itu tak digunakan sesuai peruntukannya.
"Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan lampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif," jelas Nurcahyo.
Usai dijerat tersangka, Iwan langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk 20 hari ke depan.
Iwan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Iwan menjadi tersangka ke-12 yang dijerat Kejagung dalam perkara ini. Para tersangka terdiri dari petinggi Sritex, Bank DKI, Bank Jateng, hingga BJB.
Para tersangka diduga bersekongkol untuk memberikan kredit kepada Sritex. Diduga, pemberian tersebut dilakukan secara tidak sesuai aturan.
Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 1.088.650.808.028. Jumlah tersebut berdasarkan pemberian kredit dari Bank DKI sebesar Rp 149 miliar; BJB sebesar Rp 543 miliar; dan Bank Jateng sebesar Rp395 miliar yang tak bisa dibayarkan Sritex.