Pemerintah menetapkan alokasi transfer keuangan daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp 650 triliun.
Jumlah ini turun signifikan dibandingkan realisasi dalam APBN 2025 yang mencapai Rp 919 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penurunan TKD merupakan bagian dari penyesuaian anggaran secara menyeluruh. Meski begitu, belanja pemerintah pusat yang ditujukan untuk masyarakat di daerah justru meningkat lebih besar.
“Kalau TKD mengalami penurunan, kenaikan dari belanja pemerintah pusat di daerah naiknya jauh lebih besar,” ungkap Sri Mulyani saat Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat (15/8).
Dari total Rp 650 triliun, TKD 2026 terdiri dari:
Sri Mulyani melanjutkan, untuk membiayai belanja negara tahun depan, pemerintah menargetkan pendapatan Rp 3.147 triliun. Target ini naik 9,8 persen dari proyeksi penerimaan 2025 sebesar Rp 2.865,5 triliun.
Namun, Bendahara Negara itu mengingatkan bahwa target tersebut bukan hal mudah karena rata-rata pertumbuhan penerimaan negara dalam tiga tahun terakhir hanya 5,6 persen.
Belanja Pusat Mengalir ke Daerah
Meski alokasi transfer turun, pemerintah pusat tetap menyalurkan belanja dengan manfaat langsung ke masyarakat daerah melalui berbagai program prioritas. Total anggaran belanja pusat untuk daerah ditarget mencapai Rp 1.376,9 triliun.
Beberapa program yang digelontorkan, antara lain:
"Ini semuanya letaknya di daerah, dinikmati oleh masyarakat di daerah, sehingga memang APBN dari sisi belanja pusat cukup besar yang dilakukan oleh pemerintah pusat langsung kepada masyarakat di daerah. Belanja K/L dan transfer ke daerah ini menjadi satu kesatuan,” ujar Sri Mulyani.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut penyusutan TKD dalam RAPBN 2026 merupakan arahan Presiden Prabowo agar program-program pusat dan daerah bisa disatukan.
Menurut Tito, penurunan alokasi TKD tidak akan menjadi masalah karena daerah tetap mendapatkan manfaat dari kegiatan yang dijalankan pemerintah pusat. Namun, ia mengingatkan setiap daerah memiliki kapasitas fiskal yang berbeda.
“Kita juga melihat kemampuan fiskal dari daerah-daerah, ada daerah-daerah yang memang fiskalnya kuat, karena PAD-nya kuat, ada juga yang fiskalnya sedang, tapi ada juga yang fiskalnya lemah karena sangat bergantung dari transfer keuangan ke daerah, dari Menteri Keuangan dari pusat,” jelas Tito.