Pemimpin Hizbullah Naim Qassem menegaskan akan melawan rencana pemerintah Lebanon yang ingin melucuti senjata kelompoknya.
Hal itu diungkapkan Qassem dalam pernyataan di stasiun televisi setelah bertemu dengan Kepala Keamanan Iran, Ali Larijani. Hizbullah didukung oleh Iran.
"Pemerintah sedang melaksanakan perintah Amerika-Israel untuk mengakhiri perlawanan, meski akan berujung pada perang saudara dan pertikaian internal," kata Qassem, dikutip dari AFP, Sabtu (16/8).
"Perlawanan tidak akan menyerahkan senjatanya selama agresi berlanjut, pendudukan berlanjut, dan kami akan bertarung jika dibutuhkan untuk menghadapi proyek Amerika-Israel ini apa pun taruhannya," lanjutnya.
Qassem juga mendesak pemerintah untuk tidak menyerahkan Lebanon ke Israel yang tidak pernah puas, atau ke tiran AS dengan keserakahan yang tak terbatas.
"Negara akan bertanggung jawab terhadap setiap ledakan internal dan kehancuran Lebanon," tuturnya.
Pernyataan Qassem ditanggapi oleh Perdana Menteri Lebanon Nawaf Salam. Ia menyatakan, pernyataan Qassem itu secara implisit merupakan ancaman perang saudara.
"Segala ancaman atau intimidasi yang berkaitan dengan perang sama sekali tidak dapat diterima," kata Salam dalam pernyataannya di X.
Salam juga membantah pernyataan Qassem yang menyebut keputusan melucuti senjata Hizbullah sebagai upaya AS-Israel.
"Keputusan kami murni keputusan Lebanon, dibuat oleh kabinet kami, dan tidak ada yang bisa memberi tahu kami apa yang harus kami lakukan," ujarnya.
"Lebanon berhak atas stabilitas dan keamanan yang tanpanya negara tidak akan bisa pulih, dan tidak akan ada rekonstruksi atau investasi yang dilakukan," lanjutnya.
Sebelum berperang dengan Israel, Hizbullah yakin memiliki persenjataan yang lebih baik dari militer Lebanon. Hizbullah sejak dulu bersikeras ingin mempertahankan senjatanya untuk melindungi Lebanon dari serangan, tapi kritikus menuduh Lebanon menggunakan senjata untuk pengaruh politik.