Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman megathrust dan tsunami raksasa di selatan Jawa bukan lagi sekadar isapan jempol. Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Purna Salastya Putra, mengungkap ribuan tahun lalu gempa besar disertai gelombang tsunami dahsyat pernah menggulung pesisir selatan Pulau Jawa.
Temuan ini merupakan hasil riset paleotsunami yang dilakukan oleh Purna bersama tim dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN. Paleotsunami adalah kajian ilmiah untuk mengungkap kejadian tsunami purba yang tidak tercatat dalam sejarah manusia.
Dalam penelitiannya, tim BRIN menyisir berbagai lokasi pesisir selatan Jawa dan melakukan penggalian di area rawa-rawa untuk mencari jejak endapan sedimentasi laut. Lokasi rawa dipilih karena struktur muka buminya yang rendah dan cenderung menjadi tempat pengendapan alami saat tsunami melanda.
"Ketika tsunami melanda, endapannya bisa ada di setiap lokasi yang bentukan muka buminya rendah atau cekungan, seperti rawa. Di cekungan itu, potensi perusakan oleh pengendapan lebih sedikit. Apalagi terjadi di rawa-rawa aktif yang kemudian menutupi endapan tsunami," kata Purna kepada media di Kantor BRIN, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Dia menambahkan ciri khas tsunami dapat dikenali dari keberadaan pasir laut yang tertanam di lapisan gambut berwarna hitam. Lapisan ini menjadi bukti kuat bahwa air laut pernah menyapu masuk jauh ke daratan.
"Rawa merupakan salah satu lokasi yang mudah dikenali kalau ada jejak tsunami. Endapan rawa berwarna hitam berupa gambut akan terlihat kontras jika ada tsunami yang membawa pasir dari laut. Maka, material pasir akan mudah dikenali," jelasnya.
Dari penelusuran yang dilakukan di sejumlah rawa-rawa, setidaknya ada tiga lokasi yang menarik perhatian, yakni Lebak (Banten), Kulonprogo (DI Yogyakarta), dan Cilacap (Jawa Tengah).
Di ketiga wilayah tersebut, tim menemukan cangkang-cangkang foraminifera serta endapan sedimentasi air laut yang menunjukkan indikasi kuat pernah terjadinya tsunami purba. Untuk analisis lanjutan, tim juga mengambil sampel endapan dari dasar laut.
Hasilnya menunjukkan material endapan tersebut dari satu tempat yang sama, yakni laut. Artinya, pernah terjadi gelombang air laut besar yang menerjang ke daratan. Dari analisis kronologi, ditemukan tiga lapisan jejak tsunami dengan usia berbeda.
Foto: Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)
Titik lokasi pusat megathrust. (Dok. Google Maps)
"Jejak tsunami raksasa lainnya ditemukan berumur sekitar 3.000 tahun lalu, 1.000 tahun lalu, dan 400 tahun lalu," imbuhnya.
Temuan ini juga menunjukkan tsunami raksasa di wilayah selatan Jawa bersifat berulang, dengan siklus antara 600 hingga 800 tahun. Yang menarik, dalam penelusuran tersebut, tim juga menemukan perbedaan pada lapisan endapan lingkungan yang mengindikasikan terjadinya gempa besar alias megathrust.
"Artinya, kemungkinan ada perubahan lingkungan, misalnya, terjadi pengangkatan lapisan tanah dan ini membuktikkan indikasi gempa besar yang disertai tsunami besar," jelas Purna.
Dia pun mengingatkan akan tingginya risiko bencana ini di tengah pertumbuhan populasi di Pulau Jawa. Diperkirakan, jumlah penduduk yang tinggal di wilayah pesisir akan mencapai lebih dari 30 juta jiwa pada tahun 2030.
"Selama ini lebih dikhawatirkan, efek tsunami, tapi bagaimana dengan kerusakan, misalkan di Semarang atau Bandung?" ujar Purna.
Menurutnya, guncangan gempa besar bisa menjalar hingga ke wilayah tengah dan utara Jawa, sehingga dampaknya tidak hanya terbatas di pesisir selatan. Artinya, jutaan orang di seluruh Pulau Jawa berisiko terdampak.
Dengan hasil riset ini, BRIN mengajak seluruh pihak, baik pemerintah, akademisi, media, dan masyarakat, untuk bersama-sama membangun budaya sadar risiko bencana. Sebab, satu-satunya cara tinggal di negara rawan bencana adalah berdamai dengan alam.
(mfa/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Indonesia Kirim Bantuan USD 1,2 Juta Untuk Korban Gempa Myanmar