
Di tengah hamparan semak yang menghitam dan asap pekat yang masih mengepul di Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, tampak sosok perempuan berhijab.
Wanita tersebut bukan sedang menonton kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah tersebut. Dia adalah Masitoh, anggota dari Manggala Agni, brigade pengendalian Karhutla yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Berbalut masker dan seragam merah khas Manggala Agni, Masitoh menopang selang mulai bertarung untuk memadamkan api. Meski udara panas menyengat dan napas terasa berat karena asap, ia tetap menunjukkan semangat.
“Dari kecil saya aktif di Pramuka. Setelah tamat SMA, saya kenal Manggala Agni dan merasa ini memang panggilan hati,” ujarnya, Rabu (2/7).
Masitoh bukan anak kemarin sore dalam hal memadamkan api saat Karhutla melanda Provinsi Riau, dia sudah lebih dari satu dekade mengabdikan diri untuk menjaga hutan di Bumi Lancang Kuning tersebut.
“Ini bukan sekadar pekerjaan. Ini panggilan jiwa. Kita berjuang menjaga hutan demi anak cucu kelak".-Anggota Manggala Agni, MasitohDia mengenang saat Karhutla melanda Riau di tahun 2015, saat itu Masitoh tengah bertugas di daerah Rimbo Panjang, Kampar.
“Saat itu asap sudah mengepung. Ketua tim langsung beri aba-aba untuk keluar. Rasanya campur aduk, takut, tapi tetap harus sigap,” kenangnya.
Dalam momen itu, Masitoh dan rekan-rekannya meninggalkan selang air untuk menyelamatkan diri. Mereka bersembunyi di balik ilalang, menahan napas di antara kepungan asap.
“Yang selalu saya ingat dari atasan adalah, keselamatan harus jadi prioritas utama,” lanjutnya.

Masitoh menceritakan meskipun dia adalah seorang wanita, namun dia tidak pernah merasa dipandang sebelah mata oleh rekan-rekannya. Bahkan Masitoh dan rekan wanitanya yang lain selalu dilibatkan dalam setiap aksi pemadaman.
“Sukanya, kita perempuan tapi bisa disejajarkan dengan rekan laki-laki. Mereka tidak membiarkan tenaga perempuan begitu saja,” ungkapnya dengan bangga.
Kendati Manggala Agni didominasi oleh kaum Adam, kehadiran Masitoh dan wanita lainnya menjadi amunisi tambahan. Ketika menjinakkan api mereka saling melindungi dan menjadi tameng satu sama lain.
Masitoh bukanlah wanita muda, di balik keberaniannya dia adalah ibu dari lima orang anak. Ia bersyukur langkah yang diambilnya mendapatkan dukungan penuh dari keluarga.
“Saya bersyukur keluarga mendukung. Anak-anak juga paham, pekerjaan ibu ini untuk banyak orang, untuk lingkungan,” ujarnya.