KPK menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 205,14 miliar.
Dua tersangka yang ditahan itu yakni: Bintang Perbowo selaku mantan Direktur Utama PT Hutama Karya dan M Rizal Sutjipto selaku Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT. Hutama Karya (Ketua Tim Pengadaan Lahan).
"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada kedua Tersangka untuk 20 hari pertama," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers, Rabu (6/8).
Asep menjelaskan, dalam kasus ini ada dua tersangka lainnya. Mereka adalah Iskandar Zulkarnaen selalu pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ); dan PT STJ sebagai tersangka korporasi.
Namun penyidikan terhadap Iskandar tak dilanjutkan karena dia meninggal dunia pada 8 Agustus 2024 lalu.
"Sehingga berdasarkan Laporan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP RI, kerugian negara yang timbul dari pengadaan lahan ini mencapai Rp205,14 miliar," jelas Asep.
Dalam kasusnya, Bintang setelah 5 hari diangkat menjadi Dirut Hutama Karya pada April 2025 langsung menggelar rapat direksi. Dari rapat itu salah satunya diputuskan siasat pembelian lahan di sekitar JTTS.
Bintang lalu memperkenalkan tersangka Iskandar yang merupakan teman dekatnya kepada jajaran direksi PT Hutama Karya untuk menyampaikan kepemilikan lahan di Bakauheni.
Bintang juga meminta Iskandar untuk melakukan penawaran kepada Hutama Karya. Bintang juga meminta agar Iskandar memperluas lahan miliknya dengan membeli lahan dari masyarakat sekitar l.
"Sehingga nantinya PT. HK dapat langsung melakukan pembelian lahan kepada tersangka IZ atau perusahaannya," beber Asep.
"Tersangka BP meminta tersangka RS sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan, agar segera melakukan pembelian tanah kepada Tersangka IZ, karena tanah tersebut mengandung batu andesit yang bisa dijual," tambah dia.
Pada September 2018, Hutama Karya melakukan pembayaran tahap pertama atas lahan di Bakauheni sebesar Rp 24,6 miliar. Namun, dalam pengadaan lahan itu terjadi sejumlah kejanggalan.
Asep merincikan, pengadaan lahan itu tak direncanakan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2018. Dokumen risalah rapat direksi yang menjadi dasar rencana pengadaan itu juga dibuat backdate.
"Selain itu, kegiatan rapat yang dimaksud, sebenarnya tidak pernah terjadi," ungkap Asep.