
KPK akan mengembangkan kasus dugaan pemerasan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang saat ini tengah diusut di Kemnaker. KPK akan menelusuri proses perizinan terkait TKA di kementerian atau lembaga lain.
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menyebut pihaknya menduga pemerasan tidak hanya terjadi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) saja.
"Terkait dengan TKA ini, bukan hanya di Kemnaker aja, tadi disampaikan juga di Imigrasi. Nah, apakah KPK sudah lihat hal tersebut di Imigrasi? Saya sampaikan tentunya dugaan tersebut kami sudah sama dengan apa yang disampaikan," kata Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6).
"Menduga hal tersebut tidak hanya terjadi di Kemnaker karena bila hanya RPTKA aja masih ada kelanjutannya lagi yang jadi izin dikeluarkan untuk TKA ini, tentunya di Imigrasi," jelas dia.

Dalam kesempatan itu, Budi pun menyatakan bahwa KPK sudah mulai mengendus dugaan pelanggaran yang terjadi dalam perizinan TKA tersebut.
"Apakah KPK akan berpotensi ke sana? Tentunya KPK akan berpotensi ke sana, karena itu termasuk ke pelayanan publik supaya IPK kami nanti benar-benar clear dari hulu ke hilir, bisa meningkatkan IPK kita," tutur Budi.
"Apakah KPK sudah mengendus ke sana? Sejauh ini kami sudah punya indikasi ke sana, kami akan terus mengembangkan ke mana saja hilirnya dari perizinan ini, tentunya tidak hanya cukup dari hulunya saja. Ini juga sudah kami antisipasi dan kami cari alat buktinya untuk menuju ke sana," paparnya.
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan bahwa praktik pemerasan terhadap TKA di Kemnaker ternyata sudah berlangsung sejak 2012 silam.
"Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," ungkap dia.
Namun, ia belum bisa membeberkan lebih lanjut TKA dari sektor pekerjaan mana saja yang diduga diperas oleh pejabat di Kemnaker ini.
"Kemudian, sama sektor apa tadi terhadap TKA ini sedang kami laksanakan pemeriksaan, penelitian terhadap dokumen-dokumen, dan TKA-TKA mana saja dari periode tersebut yang mengajukan RPTKA," ucap Budi.
"Sehingga, nanti apa yang menjadi dugaan apakah benar ini di tahun ini karena pertambangan kita sedang naik sehingga ke sana, pihak-pihak yang merasa dirugikan, pihak-pihak yang diperas ini karena merasa di bidang pertambangan yang mempunyai income besar, sehingga tidak keberatan melakukan penyetoran uang-uang kepada oknum-oknum di Kemnaker," pungkasnya.

Dalam kasus dugaan pemerasan ini, KPK telah menjerat delapan orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
Suhartono selaku Dirjen Binapenta 2020-2023;
Haryanto selaku Dirjen Binapenta 2024-2025;
Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA Kemnaker 2017-2019;
Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA 2024-2025;
Gatot Widiartono selaku Kasubdit Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta;
Putri Citra Wahyoe selaku staf pada Direktorat PPTKA Kemnaker;
Jamal Shodiqin selaku staf pada Direktorat PPTKA Kemnaker;
Alfa Eshad selaku staf pada Direktorat PPTKA Kemnaker.
Para tersangka diduga meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon TKA. Permintaan uang itu agar Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kemnaker terbit.
Total, dari 2019, para tersangka telah meraup uang hingga Rp 53,7 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan juga dibagi kepada sejumlah pegawai di Kemnaker.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.