
KPK melakukan serangkaian penggeledahan terkait perkara dugaan korupsi proyek jalan di Sumatera Utara yang melibatkan Kadis PUPR Sumur, Topan Obaja Ginting. Penggeledahan menyasar kantor pemerintah hingga rumah para tersangka.
"Yang pertama tim melakukan penggeledahan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan di Balai Besar PJN. Di mana tim menemukan dokumen-dokumen terkait yang memberikan petunjuk ya dalam penanganan perkara ini," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (7/7).
Selanjutnya, penyidik KPK juga menggeledah rumah Kepala Dinas PUPR Sumur, Topan Obaja Ginting, di Medan. Di sana, ditemukan uang tunai Rp 2,8 miliar dan 2 pucuk senjata api.

Tak berhenti di situ, penggeledahan kemudian berlanjut ke kawasan Padangsidimpuan. KPK menggeledah kantor dan rumah milik tersangka Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar.
"Dari penggeledahan tersebut, tim menemukan berbagai dokumen dan catatan keuangan. Dari temuan-temuan itu," jelas Budi.
Budi menambahkan, penggeledahan dilakukan juga di Kantor Dinas PUPR Mandailing Natal. Hal ini dilakukan karena penyidik menemukan petunjuk dari penggeledahan kantor dan rumah Akhirun.
"Di rumah dan di perusahaan KIR, PT DNG, ada informasi bahwa KIR juga mengerjakan proyek-proyek di wilayah Mandailing Natal," ungkap Budi.
"Sehingga tim kemudian melanjutkan penggeledahan di Dinas PUPR Madina. Di sana tim juga menemukan dokumen-dokumen terkait dengan pengadaan," tambah dia.
Kasus Jalan di Sumut

Kasus ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6) kemarin. OTT ini terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, terkait proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Kedua, terkait proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek itu sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka, yang terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan sebanyak enam orang serta uang tunai sebesar Rp 231 juta yang merupakan bagian dari uang Rp 2 miliar yang diduga akan dibagi-bagikan oleh Akhirun dan Rayhan.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Para tersangka belum memberikan keterangan soal kasus tersebut.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK. Dia pun mengaku siap apabila diminta KPK untuk memberikan keterangan terkait korupsi proyek pembangunan jalan di daerahnya.