
Komisi X DPR RI menyorot soal penambahan rombongan belajar (Rombel) yang terjadi di sekolah-sekolah di sejumlah daerah, salah satunya Jawa Barat. Menurut mereka, hal ini bisa merugikan sekolah swasta dan merupakan bentuk pelanggaran kewenangan oleh kepala daerah.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan Kepgub soal penambahan jumlah siswa dalam satu kelas. Kini, satu kelas bisa diisi 50 siswa.
Dalam rapat kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, Wakil Ketua Komisi X, Lalu Hadrian menyebut kebijakan ini harus dievaluasi.
“Jangan sampai kebijakan-kebijakan jangka pendek ini merugikan sekolah-sekolah swasta kita hari ini,” ucap dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (16/7).
“Dan ingat bahwa sekolah swasta ini adalah pejuang pendidikan Pak Menteri. Muhammadiyah, NU, memiliki banyak sekolah swasta dan hari ini sekolah-sekolah swasta kita akibat kebijakan tersebut, kurang siswa,” tambahnya.
Menurut Lalu, pemerintah pusat harus langsung turun tangan untuk menyelesaikan masalah penambahan siswa dalam satu kelas ini.
“Nah, ini harus ada solusi Pak Menteri, jangan sampai Gubernur kita gara-gara pengin viral misalnya, membuat kebijakan kontroversial, membuat kebijakan jangka pendek,” ucap dia.
“Kalau kebijakan-kebijakan jangka pendek ini terus dilakukan, maka tentu kesinambungan program pendidikan kita tidak akan tercapai menurut saya,” tambahnya.
Selain Lalu, Anggota Komisi X, Dadi Wahidi, juga menyorot kebijakan Dedi Mulyadi itu. Menurutnya, keputusan menambah Rombel ini sudah menabrak kewenangan.
“Tadi Pak Menteri menjelaskan soal kewenangan, TK, SD, SMP kewenangan bupati wali kota, SMA-SMK kewenangan provinsi. Tapi kalo jumlah Rombel tiap kelas kan kewenangan pusat,” ucap dia.
“Ada pemerintah daerah yang nabrak-nabrak Pak Menteri. Bukan saja Rombel jadi sekian besar, tapi juga masih ditambah Rombel baru. Lab dikosongkan, perpus dikosongkan. Ini kan sudah brutal,” tambahnya.
Mu’ti pun menanggapi soal sorotan ini. Menurutnya, hal itu akan masuk dalam evaluasi SPMB. Tanggapan dia pun akan disampaikan ke Komisi X secara tertulis.
“Nanti kami sampaikan laporannya secara tertulis saja karena ada banyak hal yang mungkin penyampaiannya lebih tepat secara tertulis karena rapat ini bersifat terbuka,” ucapnya.
“Sekarang memang kami dalam proses mengevaluasi secara nasional, mudah-mudahan nanti bisa kami sampaikan hasilnya secara lengkap kepada bapak ibu anggota dewan ketika proses SPMB sudah seluruhnya selesai,” tandasnya.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengatakan, setiap orang memiliki hak untuk mengajukan gugatan lantaran keberatan atas sebuah kebijakan. Selain itu, keputusannya untuk menambah jumlah murid dalam kelas bertujuan memperbaiki layanan pendidikan.
“Ya, yang pertama adalah menggugat hak setiap orang terhadap sebuah keputusan. tetapi seorang kepala daerah keputusannya harus bertujuan untuk memberikan layanan yang terbaik bagi rakyatnya. Bahwa keputusan gubernur itu bagian dari strategi agar rakyat Jawa Barat bisa bersekolah dengan baik,” kata Dedi itu kepada wartawan di Hotel Putri Duyung Ancol, Jakarta Utara, Kamis (10/9).
“Gubernur akan menjadi berdosa dalam hidupnya kalau ternyata pada tahun ini banyak rakyat yang rumahnya dekat dengan sekolahnya, kemudian pada akhirnya tidak diterima oleh sekolah, sekolahnya jauh akhirnya dia berhenti karena tidak punya ongkos,” ujar Dedi.