REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alasan PPATK memblokir rekening dormant adalah pasifnya aktivitas seperti pengeluaran atau pemasukan di rekening tersebut. Langkah ini banyak menuai kontra karena minimnya informasi yang transparan kepada masyarakat.
Sebagai informasi, rekening dormant adalah rekening bank (tabungan, giro, rupiah/valas) yang tidak menunjukkan aktivitas transaksi sama sekali selama periode tertentu, umumnya 3 hingga 12 bulan, bergantung kebijakan bank masing‑masing.
Akmal Zidan (21), mahasiswa asal Jatinangor, menjelaskan rekening miliknya dibuat oleh ibunya khusus untuk membayar kos setiap enam bulan hingga setahun sekali. Rekening itu jarang digunakan untuk transaksi harian karena dia memiliki rekening lain untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, pada awal Agustus, saat dia hendak membayar kos, rekening tersebut tidak dapat diakses.
“Seharusnya bayar kos tanggal 4. Begitu buka mobile banking, rekening sudah diblokir dan enggak bisa dipakai. Uangnya ada sekitar Rp750 ribu,” kata Akmal saat dihubungi Republika, Rabu, (6/8/25).
Kondisi itu membuat pembayaran kosnya tertunda. Dia mengaku harus meminta bantuan orang tuanya agar uangnya ditransfer lagi ke rekening lain.
“Akhirnya aku telat bayar. Nyokap (ibu) juga kaget karena enggak ada pemberitahuan sebelumnya dari bank,” katanya.
Menurut penuturannya, langkah ini dilakukan sepihak tanpa transparansi yang jelas. “PPATK jangan ambil keputusan yang merugikan banyak orang. Kalau tujuannya baik, caranya harus dipikirkan dulu supaya enggak timbul masalah baru,” tambahnya.
Masalah pembekuan rekening dormant ini juga dialami Reihan (22). Reihan mengaku memiliki tabungan di rekening berbeda untuk membeli barang impian dan sebagai dana darurat. Dia mengaku tabungannya jarang diisi, hanya setiap tiga hingga lima bulan sekali, sehingga saldo di dalamnya tidak terpakai secara rutin.
“Saat ada kebutuhan mendesak dan mau pakai rekening itu, malah keblokir. Nominal di situ lumayan banyak, dan itu satu-satunya harapan untuk bayar kebutuhan mendesak karena orang tua enggak bisa bantu waktu itu,” keluhnya.
Reihan mengaku sempat mencoba membayar menggunakan kartu ATM di kasir, tetapi transaksi ditolak karena rekening sudah diblok. “Mbak kasir bilang rekening enggak bisa dipakai. Saya cek sendiri, ternyata benar-benar diblokir. Saya sampai panik karena ini lagi genting banget,” ujarnya.
Dia menilai tujuan kebijakan tersebut memang untuk keamanan, tetapi mekanismenya perlu dipertimbangkan ulang. “Enggak semua orang rutin nabung tiap minggu atau tiap bulan. Harusnya ada cara lain selain blokir, mungkin tingkatkan keamanan atau konfirmasi dulu ke nasabah. Kalau langsung blokir, uang di dalam rekening jadi enggak bisa dipakai,” katanya.
Akmal dan Reihan belum sempat mengurus ke bank karena kesibukan masing-masing. Tetapi, keduanya berharap pihak bank memberi sosialisasi dan peringatan sebelum pemblokiran dilakukan.