
SEKTOR manufaktur Indonesia menunjukkan kinerja yang lebih stabil dan kuat dibandingkan dengan Meksiko, terutama dalam hal Purchasing Managers' Index (PMI) dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri manufaktur.
Menurut dokumen yang merujuk pada data dari S&P Global dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), PMI Manufaktur Indonesia konsisten berada di atas angka 50 sejak Januari 2021, yang mengindikasikan adanya ekspansi. Meskipun sempat mengalami penurunan singkat, tren ekspansi ini tetap terjaga
Kinerja positif PMI ini sejalan dengan pertumbuhan nilai tambah bruto (NTB) manufaktur Indonesia yang juga menunjukkan tren kenaikan, bahkan melonjak tajam pada pertengahan 2024.
Di sisi lain, Meksiko menghadapi tantangan yang berbeda. PMI Manufaktur Meksiko sebagian besar berada di bawah angka 50, yang menandakan adanya kontraksi dalam sektor tersebut. Laju pertumbuhan NTB manufakturnya juga sangat fluktuatif dan sering kali mencatat angka negatif.
Diketahui bahwa PMI di atas 50 dianggap sebagai indikator vital untuk menunjukkan pertumbuhan ekonomi, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.
Selain Meksiko, Jepang dan Korea Selatan juga menunjukkan tren PMI dan NTB manufaktur yang berfluktuasi. Jepang mengalami tren penurunan PMI sejak awal 2020 hingga pertengahan 2022, sementara Korea Selatan menunjukkan pemulihan setelah kontraksi parah di awal 2020.
PMI di Australia juga cenderung menurun sejak pertengahan 2020 dan sebagian besar berada di bawah 50. Inggris juga menunjukkan tren yang tidak stabil, sering kali di bawah 50.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menilai data Badan Pusat Statistik (BPS) sudah valid mengenai pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI BI) yang menyatakan industri manufaktur nasional masih tangguh.
"Angka pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan industri manufaktur yang dirilis oleh BPS sudah akurat. Industri manufaktur masih ekspansif," ujar Febri dalam keterangan resmi, Rabu (6/8).
Merujuk data BPS, industri pengolahan nonmigas pada triwulan II 2025 mencatatkan pertumbuhan 5,60% secara tahunan (year on year/yoy) atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,12%. Febri menilai data tersebut menunjukkan ketangguhan sektor industri manufaktur dalam menghadapi tekanan global dan membuktikan peran vitalnya sebagai motor penggerak perekonomian nasional.
Pada periode yang sama, Febri menjelaskan industri pengolahan nonmigas memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang melonjak dari 16,72% pada kuartal II 2024 menjadi 16,92% pada kuartal II tahun 2025. Capaian positif tersebut juga sejalan dengan IKI pada Juli 2025 sebesar 52,89, naik 1,05 poin dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,84, dan lebih tinggi 0,49 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Tren positif ini mencerminkan optimisme dan ketahanan pelaku industri nasional di tengah tekanan global," katanya.
Ia menambahkan, geliat pertumbuhan manufaktur tidak hanya tercermin dari angka statistik, tetapi juga dari aktivitas nyata di lapangan. Pada semester I 2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan telah melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun. Dampak langsung dari ekspansi industri ini adalah penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan mencapai 303.000 orang. (E-4)