
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Bandung Jawa Barat (Jabar) bersama Ikatan Alumni Teknik Lingkungan (IATL) ITB, mengambil langkah nyata untuk menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Salah satu solusi yang akan diuji coba yaitu pembentukan Pengelola Sampah Tingkat Kelurahan (PSTK). Uji coba telah dilaksanakan di Kelurahan Nyengseret dan Panjunan.
Kelembagaan ini dirancang untuk menjadi ujung tombak pengelolaan sampah di level komunitas, agar pengelolaan, terutama sampah makanan, bisa dilakukan langsung dari sumbernya.
Sekretaris Daerah Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain Rabu (27/8) menyampaikan, sebagian besar sampah yang dihasilkan warga Kota Bandung merupakan sampah organik, termasuk sisa makanan yang seharusnya masih bisa diminimalkan.
"Kita perlu mengubah cara pandang dalam mengelola sampah makanan. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga menyangkut budaya hidup bijak dan tidak boros,” ungkapnya.
Menurut Iskandar, pengurangan food waste adalah isu lintas sektor. Selain mengurangi volume sampah, pengelolaan yang baik dapat mengubah sisa makanan menjadi pupuk atau pakan ternak yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Kami yakin hasil riset ini bisa direplikasi ke seluruh kelurahan di Kota Bandung. Tapi kuncinya ada di kolaborasi. Pemerintah tidak bisa jalan sendiri. Kita butuh sinergi dengan akademisi, swasta, komunitas, dan masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum IATL ITB, Chitra Ratna menjelaskan, hasil riset selama 1,5 tahun terakhir menemukan adanya missing link dalam sistem pengelolaan sampah di tingkat paling bawah. Sering kali tanpa disadari pengumpulan sampah dari RT atau RW masih lemah. Ini adalah mata rantai yang hilang tapi krusial dalam sistem.
"Kelemahan pada sistem pengumpulan ini menjadi penyebab utama mengapa banyak sampah tidak terkelola dengan baik hingga akhirnya menumpuk di TPS dan TPA," jelasnya.
Menurut Chitra, kalau link yang hilang ini bisa diubah jadi inovasi, maka hasilnya akan sangat terasa. Kota Bandung sudah punya modal bagus seperti program Kang Pisman dan Buruan SAE. Ini bisa jadi contoh nasional. Uji coba skema kelembagaan tingkat kelurahan ini dianggap sebagai langkah awal yang menjanjikan.
"Selain mendorong budaya tanam di rumah (urban farming), program ini juga menunjukkan bahwa sisa makanan yang telah diolah bisa dimanfaatkan kembali, mengurangi beban lingkungan, dan memberi nilai tambah ekonomi bagi warga," sambungnya. (E-2)