
DATA Survei Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) 2023 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sekitar 80% akses air minum
masih belum tergolong aman. Bahkan, cemaran bakteri E.coli ditemukan pada 45,4% air minum isi ulang yang diuji.
Kondisi ini mendorong Yayasan Jiva Svastha Nusantara untuk terus mengadakan edukasi publik tentang air minum yang layak konsumsi. Pada Kamis (7/8), yayasan menyelenggarakan kegiatan penyuluhan di Kantor Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian program Indonesia Sehat Mulai dari Air Bermutu, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kualitas air minum, serta membekali warga dengan pengetahuan seputar risiko kontaminasi air dan cara meminimalisirnya.
Dalam sesi penyuluhan, Sanitarian Ahli Muda dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Wuhgini, menyampaikan bahwa kualitas air yang tampak bersih secara fisik belum tentu aman untuk dikonsumsi.
“Air minum yang aman harus lolos tiga parameter: fisik, kimia, dan mikrobiologi. Dua parameter terakhir hanya bisa dipastikan lewat uji laboratorium, terutama untuk mendeteksi keberadaan bakteri seperti E.coli,” ujarnya.
Pentingnya Legalitas
Ia juga menekankan pentingnya legalitas dan kebersihan dalam praktik depot air minum isi ulang. “SLHS (Sertifikat Laik Higiene Sanitasi) itu jaminan mutu pangan. Kalau depot air isi ulang tidak punya SLHS, itu ibarat naik motor tanpa SIM. Berisiko dan tidak bertanggung jawab. SLHS memastikan depot tersebut sudah diperiksa oleh petugas kesehatan lingkungan dan memenuhi standar sanitasi yang ditentukan,” jelasnya.
Wuhgini mengimbau agar masyarakat lebih berani bersikap kritis terhadap depot air minum isi ulang. “Jangan ragu menolak beli dari depot yang tempatnya kotor, peralatannya tidak food grade, atau operatornya terlihat jorok dan tidak memakai masker atau alat pelindung diri. Ini menyangkut kesehatan keluarga kita sendiri,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa konsumsi air yang terkontaminasi berisiko menyebabkan diare, hepatitis, kolera, dan gangguan penyerapan nutrisi. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa meningkatkan risiko stunting, terutama pada anak-anak.
Dari sisi penyelenggara, Kepala Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan Yayasan Jiva Svastha Nusantara, Surya Putra, menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi bagian dari upaya membangun masyarakat yang sadar terhadap kualitas air minum.
“Kami berharap masyarakat di sini mulai peka terhadap apa yang diminum setiap hari. Mulai dari memilih sumber air yang aman, menjaga kebersihan galon dan dispenser, hingga jadi konsumen yang berani bertanya tentang uji lab dan legalitas depot air minum isi ulang,” ujarnya.
Depot Air Minum
Dalam penyuluhan ini, depot air minum isi ulang juga menjadi topik pembahasan utama, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi industri ini, mulai dari lemahnya pengawasan hingga minimnya kesadaran pengusaha akan standar kebersihan.
Sebagai informasi, hasil uji laboratorium sebelumnya yang dilakukan oleh Yayasan Jiva di Kota Bandung memperkuat urgensi penyuluhan ini. Dari 86 sampel air minum rumah tangga yang diuji, 73 (84,9%) di antaranya terbukti terkontaminasi bakteri E.coli dan/atau coliform. Sementara itu, dari 72 sampel air depot air minum isi ulang yang diuji, 61 (84,7%) juga terkontaminasi bakteri yang sama.
Melalui kegiatan ini, Yayasan Jiva berharap semakin banyak warga yang teredukasi dan mampu menjadi agen perubahan dalam memastikan air minum yang dikonsumsi keluarganya benar-benar aman. (E-4)