REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Aan Suhanan menyampaikan efektivitas jembatan timbang saat ini sangat rendah. Berdasarkan evaluasi, hanya 0,3 persen kendaraan besar yang masuk ke jembatan timbang, jauh menurun dari sebelumnya yang mencapai lima persen.
“Pak Menteri Perhubungan kemarin menyampaikan bila perlu jembatan timbang ditutup karena efektivitasnya hanya 0,3 persen,” ujar Aan dalam media briefing terkait peningkatan keselamatan transportasi di sektor darat, laut, udara, serta perkeretaapian di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Aan menjelaskan, jembatan timbang sejatinya merupakan gerbang utama dalam penegakan hukum terhadap kendaraan dengan kelebihan muatan atau over dimension over loading (ODOL). Namun, dalam praktiknya, jembatan timbang sering menjadi sorotan karena adanya potensi pungutan liar (pungli) yang merugikan pengemudi.
“Tuntutan para pengemudi itu salah satunya terkait adanya pungli di jembatan timbang,” ucap Aan.
Ia menambahkan, Kemenhub berupaya mencari solusi berbasis digital agar penegakan hukum tetap berjalan efektif dan transparan meski tanpa jembatan timbang. Salah satu terobosan yang disiapkan adalah pemanfaatan teknologi berbasis IT yang memungkinkan pemantauan kendaraan dilakukan secara real time di jalan raya.
“Salah satu upaya kita untuk tetap bisa melakukan pendekatan hukum terhadap ODOL dan untuk meminimalisasi pungli, kita akan melakukan terobosan berbasis IT,” lanjutnya.
Aan menjelaskan, teknologi weight in motion (WIM) menjadi pilihan utama karena mampu menimbang kendaraan saat bergerak tanpa perlu berhenti di lokasi khusus. Sistem ini didukung kamera Automatic Number Plate Recognition (ANPR) untuk mendeteksi nomor polisi kendaraan secara otomatis dan langsung terhubung ke basis data nasional.
“Dengan teknologi WIM, kendaraan tidak perlu berhenti. Nanti akan kita dapatkan data kendaraannya dari kamera ANPR, kemudian akan ketahuan siapa pemilik kendaraan tersebut,” kata Aan.
Ia menegaskan, hasil data dari sistem tersebut nantinya akan diverifikasi untuk memastikan keabsahan informasi sebelum ditindaklanjuti. Jika terjadi pelanggaran, akan ada mekanisme sanksi tegas, termasuk pemblokiran STNK bagi kendaraan yang tidak membayar denda.
“Nanti ada SOP-nya, termasuk pemblokiran STNK kalau tidak bayar denda,” tutur Aan.