Di sebuah sudut kota Yogyakarta, berdiri sebuah joglo bernama “Joglo Ayu Tenan Makerspace” yang menjadi wadah kreatif bagi para pecinta seni. Berawal dari ruang workshop sederhana, tempat ini perlahan berkembang menjadi titik temu komunitas dan rumah bagi karya-karya lokal, di bawah arahan sang pemilik, Yayuk Soekardan.
Tepat di samping joglo, berdiri sebuah toko perhiasan mungil yang langsung memikat perhatian. Begitu melangkah masuk, pandangan disambut deretan perhiasan perak dan manik-manik yang tersusun rapi di atas meja kayu. Keindahan koleksi itu kian lengkap dengan hadirnya kain bermotif dedaunan, tas anyaman, sepatu, hingga bando batik yang ditata dengan apik.
Yayuk menuturkan seluruh produk di tempat tersebut merupakan hasil karya berbagai komunitas, mulai dari ibu-ibu pedesaan, kelompok disabilitas, hingga masyarakat lintas usia.
“(Produk yang dijual) terbuat dari material yang ramah lingkungan, dari warna alami, tidak ada polyester di sini. Sehingga kami mendapatkan sertifikasi juga untuk CHSE, dari Kementerian Pariwisata,” ujar Yayuk kepada wartawan di tempat usahanya, Jalan Pogung, Yogyakarta, Kamis (21/8).
Yayuk mengatakan, sejak tahun 2019 usahanya resmi menjadi Mitra Binaan Bank Indonesia (BI) dan mengikuti berbagai program peningkatan kapasitas yang diselenggarakan.
“Alhamdulillah mulai dari 2019 (menjadi mitra binaan BI). Tapi langsung masuk pandemi (di) 2020. Langsung kami belajar secara online,” tutur Yayuk.
Tembus Pasar Singapura dan Jepang
Yayuk menceritakan produk UMKM buatannya mulai dikenal di kancah internasional ketika mendapat kesempatan tampil di Singapore International Jewelry Expo pada 2021 dan 2022, yang kemudian membuka pasar ekspor baru di Singapura. Menurutnya, ketertarikan konsumen luar negeri muncul karena adanya cerita dibalik produk, mulai dari siapa yang membuat hingga bahan apa yang digunakan.
Kemudian dalam beberapa waktu terakhir, ia juga berpartisipasi dalam pameran di Osaka, Jepang. Dari sana ia menyadari adanya kesamaan kultur di Asia, khususnya minat terhadap produk ramah lingkungan yang bisa digunakan oleh wanita maupun keluarga.
“Dan kami menemukan ternyata ada kesamaan kultur di (lingkup) Asia. Mereka senang dengan sesuatu yang ramah lingkungan. Kemudian bisa applicable untuk wanita-wanita dan keluarga. Alhamdulillah, kami terakhir kemarin, akhirnya menemukan lebih banyak lagi market di Jepang,” jelas Yayuk.
Meski belum bisa menyampaikan berapa omzet yang didapat per bulan berkat penjualan dan ekspansi ekspor, Yayuk menyatakan bahwa bersama komunitasnya ia mampu memproduksi hingga 500 produk per bulan, dengan kisaran harga mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 2 juta per produk.