
Pagelaran Sabang-Merauke (PSM) akan digelar pada 23–24 Agustus 2025 di Indonesia Arena, Jakarta. Bertajuk The Indonesian Broadway: Hikayat Nusantara, pertunjukan ini akan melibatkan lebih dari 600 seniman lintas disiplin dari seluruh penjuru negeri. Di balik kemegahan panggung PSM, ada proses panjang yang berlangsung jauh dari mata penonton: latihan intensif selama tiga bulan di Yogyakarta.
Sejak Juni 2025, sebanyak 351 penari profesional, puluhan koreografer, musisi, hingga desainer kostum berkumpul di kota budaya ini. Setiap hari, mereka berlatih hingga sembilan jam untuk mempersiapkan pertunjukan kolosal yang menyatukan ragam budaya dari Aceh hingga Papua.
“Latihannya dari jam 13.00 sampai jam 10.00 malam, kenapa? Karena mereka harus latihan fisik, [...] Kemudian kompleks juga untuk semuanya dari technical training-nya, karena itu juga standar internasional,” kata Ferdinandus Aming Santoso, CEO & President Director iForte, inisiator utama PSM, usai sesi latihan tari untuk publik di Gedung Wana Graha Bhakti Yasa, Yogyakarta, Jumat (25/7).

Jogja dipilih bukan tanpa alasan. Kota ini bukan hanya pusat pendidikan seni, tetapi juga rumah sementara bagi banyak penari dari luar daerah yang menempuh studi di sini. Menurut Sutradara PSM, Rusmedi Agus atau Memet, Jogja telah menjadi laboratorium kreatif PSM sejak 2022.
“Yogyakarta menjadi satu tempat yang tepat untuk menjadi basecamp Pagelaran Sabang-Merauke, karena kita tahu Yogyakarta sebagai sebuah kota budaya dan Jogja adalah sebuah kota yang nyaman untuk berkarya,” tutur Memet.

Sandhidea Cahyo Narpati, koreografer utama PSM, mengamini hal tersebut. “Karena banyak sekali pendatang-pendatang dari seluruh Indonesia, bahkan dari luar negeri. Nah, di situ kami merasa bahwa Jogja adalah tempat yang sangat pas. Secara geografis di peta mungkin ada di tengah gini ya. Jadi, banyak sekali pendatang-pendatang yang ke Jogja ya, dan itu terjadi akulturasi budaya,” akunya.

Indra Bekti, salah satu performer yang kembali tampil tahun ini, merasakan aura “kota seni” Jogja sejak hari pertama latihan.
“Latihan di Jogja bikin kita lebih fokus. Rasanya kayak, ‘jangan bikin malu Jogja’. Jadi, effort-nya harus 100 persen,” kata Indra Bekti, yang tahun ini memerankan karakter Bagong.

Semangat kolektif juga dirasakan para penari muda. Devany, penari asal Wonogiri, menyebut bergabung di PSM sebagai mimpi yang menjadi kenyataan.
“Ini salah satu mimpi saya dari dulu. Bisa belajar budaya dari teman-teman se-Indonesia dan tampil di panggung sebesar ini sangat luar biasa,” katanya.
Hal serupa disampaikan Nindi dari Aceh. “Aku nggak cuma memperkenalkan budayaku, tapi juga belajar dari budaya teman-teman lain. Ini pengalaman yang akan selalu aku kenang,” ujarnya.

Dari Jogja, kerja keras dan semangat lintas daerah ini akan bermuara di panggung terbesar: Indonesia Arena. Penonton diajak menyaksikan langsung pertunjukan yang memadukan tradisi dan teknologi, musik dan tari, serta mimpi anak muda Indonesia.
“Kalau Anda cinta Indonesia, harus banget nonton ini,” pungkas Indra Bekti.
iForte Bawa “Broadway Indonesia” Lewat CSR: Dari Cerita Rakyat yang Hampir Lenyap, Menuju Panggung Terbesar di Indonesia Arena

Pagelaran Sabang Merauke bukan hanya pertunjukan kolosal, tapi juga wujud nyata dari tanggung jawab sosial perusahaan. iForte, perusahaan infrastruktur digital yang menjadi inisiator utama PSM, memandang budaya sebagai bagian penting dari “jaringan” yang menghubungkan Indonesia.
“Banyak sekali generasi muda di Indonesia yang sudah tidak mengenal cerita rakyat yang dulunya diceritakan dari mulut ke mulut... dan itu sekarang tidak ada lagi,” ujar CEO & President Director iForte, Ferdinandus Aming Santoso.

Kesadaran itulah yang mendorong iForte menghidupkan kembali semangat dongeng nusantara lewat pertunjukan Hikayat Nusantara, yang dirancang sekelas Broadway, namun berakar dari tradisi. Lebih dari 351 penari dilatih intensif selama tiga bulan di Yogyakarta—bukan sekadar untuk menari, tetapi untuk mewakili semangat ribuan tahun budaya lisan Indonesia yang nyaris hilang.
Dengan lebih dari 1.500 orang bekerja di balik layar, dari koreografer hingga desainer kostum, iForte ingin membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa bersanding dengan kemajuan digital. “Ini bukan hanya proyek CSR, ini adalah ruang berkarya untuk seniman dan bentuk rasa terima kasih kami kepada masyarakat Indonesia,” tutur Aming.