
Kejaksaan Agung telah merampungkan penyidikan dugaan suap vonis lepas dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO). Dua tersangka dalam kasus tersebut, yakni pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri kini, dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
"Iya siang ini tahap-2 ke Kejaksaan Negeri Jakpus atas nama Marcela Santoso dan kawan-kawan," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi, Senin (7/7).
Selain perkara suap, Harli mengungkapkan, pihaknya juga melimpahkan tersangka dan berkas dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) sejumlah kasus yang tengah ditangani Kejagung.
Para tersangka yang dilimpahkan, yakni: pengacara Marcella Santoso dan Junaedi Saibih; mantan Direktur JakTV, Tian Bahtiar; Ketua Cyber Army, M. Adhiya Muzakki.
"Iya juga perkara perintangan OoJ," jelas Harli.





Dengan pelimpahan ini, nantinya jaksa penuntut umum (JPU) akan mulai menyusun surat dakwaan agar para tersangka dapat segera diadili.
Dalam kasus suap vonis lepas CPO, Kejagung telah lebih dulu melimpahkan enam orang tersangka. Mereka ialah eks Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta; tiga majelis hakim, Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif; mantan Panitera Muda PN Jakpus, Wahyu Gunawan; serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei.
Kasus Suap Vonis Lepas CPO
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa. Djuyamto diduga menerima bagian sebesar Rp 6 miliar.
Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau ontslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.
Di sisi lain, Kejagung saat ini juga tengah mengembangkan adanya dugaan perintangan penyidikan suap vonis lepas CPO ini. Dalam kasus itu, sudah ada 4 tersangka, yakni pengacara Marcella Santoso dan Junaedi Saibih; eks Direktur JakTV Tian Bahtiar; dan Ketua Tim Cyber Army, M. Adhiya Muzakki.
Marcella dan Junaedi disebut bersekongkol dengan Tian serta Adhiya untuk menggiring opini publik agar citra Kejagung menjadi negatif. Hal ini dinilai telah mengganggu konsentrasi penyidik dalam mengusut perkara.
Tian diduga menyebarkan pemberitaan negatif melalui JakTV. Dia diduga mendapat bayaran dari Marcella dan Junaedi sebesar Rp 478,5 juta.
Sementara Adhiya menyebarkan opini negatif tentang Kejagung dengan mengerahkan 150 orang buzzer. Total ada Rp 864,5 juta yang telah diterima Adhiya terkait aksinya itu.