
PEMERINTAH Italia akhirnya memberikan persetujuan akhir untuk pembangunan Jembatan Selat Messina. Proyek ambisius senilai €13,5 miliar (sekitar Rp230 triliun) ini akan menghubungkan Pulau Sisilia dengan wilayah Calabria di ujung selatan “sepatu” Italia. Jika terealisasi, jembatan ini akan menjadi jembatan gantung terpanjang di dunia.
Dengan panjang mencapai 3,3 kilometer, jembatan ini dirancang untuk menahan gempa bumi, meski dibangun di salah satu zona paling rawan seismik di kawasan Mediterania. Struktur jembatan akan ditopang dua menara setinggi 400 meter dan akan dilengkapi dua jalur kereta api di bagian tengah serta tiga lajur kendaraan di masing-masing sisi.
Proyek Lama yang Berulang Kali Tertunda
Gagasan pembangunan jembatan Selat Messina sebenarnya telah muncul sejak lebih dari 50 tahun lalu. Namun berbagai rencana sebelumnya selalu gagal terealisasi akibat persoalan biaya, dampak lingkungan, keamanan struktural, hingga kekhawatiran keterlibatan mafia lokal.
Perdana Menteri Giorgia Meloni mengakui proyek ini tidak mudah. Namun, ia menyebutnya sebagai “investasi untuk masa kini dan masa depan Italia.” “Kami senang menghadapi tantangan besar, asalkan masuk akal,” ujar Meloni, Rabu (6/8).
Menteri Transportasi Matteo Salvini mengklaim jembatan ini bisa menciptakan hingga 120.000 lapangan kerja per tahun dan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi di wilayah paling miskin di Italia, yaitu Sisilia dan Calabria. Target penyelesaian ditetapkan antara tahun 2032 dan 2033.
Salvini juga berharap proyek ini bisa dikategorikan sebagai pengeluaran militer agar turut diperhitungkan dalam target belanja pertahanan NATO sebesar 5% dari PDB.
Masih Perlu Persetujuan Lanjutan
Meski telah mendapat lampu hijau dari pemerintah pusat, proyek ini masih harus melalui berbagai tahap persetujuan. Persetujuan dari Pengadilan Audit Italia serta badan-badan lingkungan hidup nasional dan Uni Eropa.
Selain itu, konsultasi dengan warga yang terdampak di kedua sisi selat juga menjadi proses yang wajib dilalui. Tak menutup kemungkinan akan muncul gugatan hukum yang dapat menunda atau bahkan menghentikan proyek ini.
Penolakan dari kalangan lokal pun mulai bermunculan. Wali Kota Villa San Giovanni di Calabria, Giusy Caminiti, menilai proyek ini dapat merugikan kotanya dan meminta pemerintah memperpanjang waktu konsultasi publik.
Senator Partai Demokrat, Nicola Irto, menyebut proyek ini sebagai kebijakan "kontroversial dan memecah belah" karena dinilai mengalihkan anggaran dari sektor-sektor yang lebih mendesak, seperti transportasi lokal, infrastruktur modern, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Sementara itu, kelompok akar rumput “No to the Bridge” di Calabria menyebut proyek ini lebih bernuansa politis ketimbang hasil kajian teknis yang matang. Mereka juga menyoroti penggunaan air dalam jumlah besar untuk konstruksi, padahal wilayah Sisilia dan Calabria kerap dilanda kekeringan.
Solusi Transportasi atau Simbol Politik?
Saat ini, satu-satunya cara kereta api menyeberangi Selat Messina adalah dengan menaikkan gerbong ke atas kapal feri, yang memakan waktu sekitar 30 menit. Pemerintah berharap jembatan ini dapat mempercepat konektivitas dan mengurangi ketergantungan pada transportasi laut.
Namun, banyak pihak menilai proyek ini lebih sarat simbol politik ketimbang urgensi infrastruktur. (BBC/Z-2)