PENAMBAHAN enam komando daerah militer di sejumlah daerah dikritik oleh masyarakat sipil. Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad mengatakan pembentukan komando teritorial itu tidak diperlukan, lantaran amanat reformasi pada dasarnya mendorong adanya restrukturisasi kodam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyinggung saat masa Orde Baru. Kodam dinilai memiliki kaitan erat dengan fungsi sosial politik tentara atau dwifungsi. Kekuatan militer, dalam hal ini di komando teritorial, dipakai sebagai alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan dan membungkam suara-suara kritis masyarakat.
Dia khawatir praktik-praktik semacam itu berpotensi terjadi di masa kini, menyusul bertambahnya sejumlah kodam baru di berbagai wilayah. "Saya khawatir ke depan bisa mengganggu jalannya demokrasi," kata dia dihubungi pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Upaya pembungkaman dari tentara ke masyarakat, ujar dia, bisa dilakukan imbas bertambahnya kodam baru. Sebab, dia mengatakan komando teritorial ini memiliki fungsi intelijen yang rentan dipakai untuk membungkam demokrasi.
"Komando teritorial itu tidak kompatibel dengan alam demokrasi," ujarnya. Sebab, dia mengatakan Kodam sedari awal dirancang tidak hanya untuk fungsi pertahanan saja, melainkan untuk fungsi sosial politik.
Alih-alih menambah kodam baru, menurut dia, seharusnya TNI menggelontorkan anggarannya untuk modernisasi. "Perang itu sudah berubah mau di regional ataupun internasional. Tidak hanya dimenangkan dari besarnya pasukan, tapi dimenangkan dengan penguasaan teknologi mutakhir," ujarnya.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan kekhawatiran masyarakat sipil ihwal kebijakan penambahan kodam baru tidak tepat. Menurut dia, penambahan sejumlah komando teritorial ini murni untuk pengembangan organisasi yang berkaitan dengan pertahanan.
"Kami berpegang pada doktrin Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta dan konsep pertahanan pulau-pulau besar," kata dia pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Kodam baru ini, ujar dia, bertujuan untuk menghadapi berbagai ancaman pertahanan dan keamanan, baik dari luar maupun dalam negeri. Dia menyatakan instansinya tidak akan mengambil alih peran otoritas sipil lewat penambahan Kodam baru ini.
"Tapi untuk mengisi ruang-ruang kosong yang belum terjangkau program daerah akibat keterbatasan faktor tertentu," ucapnya.
Wahyu mengatakan justru dengan penambahan kodam baru ini TNI diklaim bisa lebih berperan sebagai pendukung pemerintah daerah dan otoritas sipil. Terutama dalam mempercepat pencapaian program ketahanan pangan, pemberdayaan ekonomi, layanan kesehatan, hingga penanganan bencana.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai pembentukan enam kodam baru ini tidak diniatkan untuk mengancam masyarakat sipil. Terlebih lagi, kata dia, bila komando teritorial ini bisa menjalankan peran dan fungsinya dalam sistem pertahanan negara.
"Kehadiran Kodam justru dapat memberi nilai tambah, misalnya melalui dukungan penanggulangan bencana, penguatan ketahanan wilayah, dan pemberdayaan masyarakat," ujar dia pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Namun, dia mengimbau agar pembentukan Kodam baru ini dibarengi dengan pengelolaan yang tepat, penempatan personel yang tepat, dan koordinasi yang baik dengan unsur-unsur kewilayahan. "Dengan begitu manfaatnya bisa optimal bagi keamanan dan ketahanan wilayah," ujarnya.
Penambahan enam Kodam baru itu terdiri dari Kodam XIX/Tuanku Tambusai yang meliputi daerah Riau dan Kepulauan Riau. Kemudian Kodam XX/Tuanku Imam Bonjol yang meliputi wilayah Padang dan Jambi, Kodam XXI/Radin Inten yang meliputi daerah Lampung dan Bengkulu.
Di Pulau Kalimantan juga akan diresmikan Kodam XXII/Tambun Bungai yang meliputi wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Bergeser sedikit ke Pulau Sulawesi, bakal diresmikan pembentukan Kodam XXIII/Palaka Wira yang meliputi wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Kodam keenam yang akan diresmikan ialah Kodam XXIV/Mandala Trikora, meliputi daerah Merauke.