Jakarta, CNBC Indonesia - Munculnya fenomena Rojali alias rombongan jarang beli di pusat-pusat perbelanjaan belakangan ini ramai dibahas. Namun, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menepis anggapan bahwa Rojali terjadi semata karena melemahnya daya beli masyarakat.
Menurut Roro, apa yang terjadi saat ini lebih mencerminkan perubahan cara belanja masyarakat, bukan soal tidak mampu membeli.
"Enggak (tidak berhubungan dengan melemahnya daya beli masyarakat). Jadi kan kembali lagi, memang cara kita berbelanja itu berubah dan tidak ada yang salah dengan itu sebetulnya," kata Roro saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Ia mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) kuartal II-2025 yang menunjukkan pergeseran perilaku konsumen. Saat datang ke mal, orang kini lebih sering makan, menonton film, atau berkumpul bersama teman dan keluarga, dibanding langsung belanja.
"Ada yang memang belanjanya langsung di mal, selagi mereka setelah makan mungkin, atau setelah ke bioskop, mereka terus sebelum pulang belanja dulu, atau kebalikannya," jelasnya.
Fenomena belanja online juga semakin menguat seiring berkembangnya banyak platform daring. Menurut Roro, perubahan ini wajar dalam konteks kemajuan teknologi dan pola konsumsi yang semakin beragam.
"Tapi ada juga di mana masyarakat memilih untuk berbelanja online. Secara online, platformnya sekarang juga sudah banyak sekali," ujarnya.
Kendati demikian, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai kondisi daya beli masyarakat saat ini memang belum sepenuhnya pulih. Hal itu terlihat dari tingkat okupansi pusat perbelanjaan yang masih rendah, meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% dan menyumbang 54,25% terhadap PDB.
"(Anggota) kami ada 400 ribu pusat perbelanjaan. Itu kurang lebih kalau per hari di satu pusat perbelanjaan berarti kurang lebih hampir 20 juta (pengunjung), ya. 20-30 juta per hari (untuk seluruh pusat perbelanjaan)," ungkap Alphonzus dalam kesempatan yang sama.
Alphonzus mengakui fenomena Rojali memang nyata di lapangan. Namun, ia menyebut kehadiran Rojali sangat dipengaruhi oleh musim kunjungan, bukan semata soal keuangan.
"Di kelas menengah atas pun terjadi, tetapi bukan karena faktor daya beli. Tapi, faktor makroekonomi kemudian global. Dampak-dampak global itu semua mempengaruhi. Itu lah yang membuat Rojali dan Rohananya kadang naik, kadang turun," paparnya.
Menurut dia, fungsi pusat perbelanjaan kini bergeser menjadi tempat bersosialisasi (social hub), dan ini turut mendorong kemunculan kelompok Rojali maupun Rohana (rombongan hanya nanya). Intensitasnya pun meningkat pada tahun ini karena adanya dua kali periode low season.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mal RI Diserbu 'Rohana' dan 'Rojali', Pengusaha Teriak