
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap awal mula perkenalannya dengan mantan caleg PDIP, Harun Masiku. Hasto menjelaskan, perkenalan itu berlangsung sekitar 2019 silam.
Hal ini disampaikan Hasto ketika diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6).
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menanyakan soal hubungan Hasto dengan Harun Masiku.
"Izin, Yang Mulia. Saya mengenal Harun Masiku ketika proses pencalegan pada tahun 2019. Yang bersangkutan datang ketemu saya kemudian membawa biodata dan kemudian menyatakan niatnya untuk mendaftarkan sebagai calon anggota legislatif," jelas Hasto.
"Karena menjadi calon anggota legislatif bersifat terbuka, maka kemudian yang bersangkutan saya minta untuk datang ke sekretariat untuk mengisi biodata. Itu perkenalan dan pertemuan saya pertama dengan Saudara Harun Masiku," tambahnya.
Jaksa kemudian mendalami soal lokasi perkenalan antara Hasto dan Harun. Hasto mengeklaim, saat itu perkenalannya terjadi di Kantor DPP PDIP.
"Apakah pada saat Harun Masiku itu menemui saudara terdakwa, meminta untuk mendaftar sebagai caleg PDIP. Pada saat itu Harun Masiku sudah kader PDIP atau masih belum?" tanya jaksa.
"Saat itu yang bersangkutan menunjukkan KTA-nya, kartu tanda anggota sebagai anggota PDI Perjuangan. Jadi bukan sebagai kader PDI Perjuangan," jelas dia.

Jaksa kemudian beralih untuk mendalami kedekatan Hasto dengan Harun Masiku. Hasto mengeklaim tak punya kedekatan khusus dengan Harun.
"Saya ingin bertanya terkait dengan kedekatan Saudara dengan Harun Masiku. Harun Masiku ini kan tidak punya jabatan kan di DPP?" tanya jaksa.
"Tidak," timpal Hasto.
"Nah mengapa pada saat dia ingin mendaftar, dia langsung menemui sekjen? Kalau menurut saya kan terlalu tinggi, kenapa bisa seorang kader biasa, ingin mendaftar caleg, itu menemui langsung sekjen?" cecar jaksa.
"Izin, Yang Mulia. Pada saat itu dia menyampaikan ada yang dari pihak sekretariat yang mengantarkan Harun Masiku dan kemudian menunjukkan aspek historis, bagaimana dulu dia menjadi pengurus di Litbang, pada tahun 2000. Kemudian yang bersangkutan ikut terlibat di dalam penyusunan AD/ART untuk kongres pertama," papar Hasto.
"Kemudian dia juga menyebut nama senior partai dari Sulawesi Selatan, yang sangat dihormati di partai. Maka atas menyebut nama senior partai tersebut yang kemudian yang bersangkutan kami terima karena kami sangat menghormati aspek-aspek historis terhadap mereka-mereka yang menjadi pejuang-pejuang partai pada masa yang sangat sulit. Jadi atas dasar dia mendapat nama dari senior partai, maka sekretariat itu kemudian mengantar kepada saya," jelasnya.
Kasus Hasto

Dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.