
GUNUNG es terbesar di dunia, A23a, kini dilaporkan mulai pecah menjadi beberapa bongkahan besar. Temuan ini disampaikan ilmuwan dari British Antarctic Survey (BAS) setelah lebih dari tiga dekade memantau perjalanan “megaberg” tersebut.
A23a terbentuk pada 1986 setelah terlepas dari rak es Filchner-Ronne di Antarktika. Awalnya, gunung es ini memiliki berat hampir satu triliun ton dengan luas 3.672 kilometer persegi, sedikit lebih besar dari negara bagian Rhode Island di AS. Namun kini ukurannya menyusut drastis hingga hanya sekitar 1.700 kilometer persegi, sebanding dengan luas wilayah Greater London.
Selama lebih dari 30 tahun, A23a terjebak di dasar Laut Weddell, hingga akhirnya terbawa arus laut pada 2020. Gunung es ini sempat beberapa kali kandas, termasuk pada Maret lalu di landas benua, sebelum kembali bergerak bebas pada Mei. Sejak saat itu, A23a mengikuti arus kuat Southern Antarctic Circumpolar Current Front (SACCF) yang berputar mengelilingi pulau South Georgia di Samudra Atlantik Selatan.
“Gunung es ini kini terus pecah dan melepaskan bongkahan besar yang masing-masing juga diklasifikasikan sebagai gunung es baru,” jelas Andrew Meijers, ahli oseanografi BAS. Ia menambahkan, A23a tampaknya akan mengalami nasib serupa dengan megaberg lain seperti A68 pada 2021 dan A76 pada 2023, yang hancur di sekitar wilayah South Georgia.
Dengan terbelahnya A23a, predikat gunung es terbesar dunia kini dipegang D15a yang berukuran sekitar 3.000 kilometer persegi dan relatif stabil di dekat Pangkalan Davis, Australia. A23a sendiri masih tercatat sebagai gunung es terbesar kedua, namun para ilmuwan memperkirakan status itu tidak akan bertahan lama karena proses fragmentasi akan terus berlanjut, terutama dengan suhu laut yang semakin hangat memasuki musim semi di belahan selatan.
Proses Alami
Menurut Meijers, pemisahan gunung es (iceberg calving) adalah proses alami. Namun, hilangnya triliunan ton es dalam beberapa dekade terakhir akibat meningkatnya frekuensi pembentukan gunung es dan pencairan es rak jelas dipengaruhi oleh pemanasan laut dan perubahan arus.
“Perubahan iklim yang dipicu manusia tengah mendorong perubahan mengkhawatirkan di Antarktika, yang berpotensi mengunci kenaikan permukaan laut secara drastis,” ujarnya.
Para peneliti BAS yang berada di kapal riset RRS Sir David Attenborough sempat mengunjungi A23a ketika gunung es itu kandas di perairan South Georgia. Sampel yang diambil kini sedang dianalisis di Inggris untuk mengetahui dampaknya terhadap ekosistem laut.
“Pelepasan air tawar dalam jumlah besar kemungkinan besar memengaruhi organisme di dasar laut maupun perairan sekitarnya,” kata juru bicara BAS. “Memahami dampak ini penting, sebab gunung es besar bisa semakin sering muncul di South Georgia akibat pemanasan global.” (CNN/Z-2)