REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Google mengungkapkan jumlah energi yang dibutuhkan kecerdasan artifisial (AI) untuk menjawab satu pertanyaan atau permintaan. Perusahaan teknologi raksasa itu menggunakan metodologi baru untuk menghitung dampak lingkungan model AI, termasuk konsumsi air, energi, serta emisi yang dikeluarkan.
Para ekonom menilai perangkat AI dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan memicu efisiensi. Goldman Sachs memperkirakan teknologi itu dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) global hingga 7 persen atau setara 7 triliun dolar AS dalam 10 tahun mendatang.
Di saat yang sama, ilmuwan mengkhawatirkan dampak lingkungan AI yang hingga kini masih belum sepenuhnya dimengerti. Meski demikian, sudah diketahui pusat data membutuhkan energi yang sangat besar.
“Dalam meningkatkan efisiensi energi AI, sangat penting untuk memahami jejak lingkungan AI. Sampai saat ini pemahaman komprehensif mengenai dampak energi AI masih terbatas,” tulis Wakil Presiden Keberlanjutan dan Pembelajaran Google, Ben Gomes, dalam unggahan di blog Google, seperti dikutip dari CBS News, Kamis (21/8/2025) lalu.
Penelitian Massachusetts Institute of Technology (MIT) menunjukkan, selain listrik, pusat data yang menjalankan AI juga membutuhkan banyak air untuk mendinginkan perangkat keras yang digunakan. Kondisi ini dapat mengganggu pasokan air serta ekosistem di sekitar lokasi pusat data.
“Meningkatkan jumlah aplikasi AI generatif juga mendorong permintaan perangkat keras komputasi tinggi yang menambah dampak lingkungan tidak langsung dari pengiriman dan manufaktur,” tulis laporan MIT.
Dalam laporan yang dirilis April lalu, Kantor Akuntabilitas Pemerintah (GAO) AS memperkirakan pusat data baru membutuhkan sekitar 100 hingga 1.000 megawatt, atau setara dengan listrik yang dapat dialirkan ke 80 ribu hingga 800 ribu rumah. Namun hingga kini belum ada regulasi yang mengharuskan perusahaan mengungkapkan berapa energi yang digunakan perangkat AI mereka.
Dalam makalah teknis yang dirilis Kamis ini, Google menyebutkan seiring dengan meningkatnya penggunaan AI, diperlukan pemahaman dan mitigasi dampak lingkungan teknologi tersebut.
Perusahaan itu menegaskan, makalah terbaru ini bertujuan menetapkan standar dalam mengukur konsumsi energi, penggunaan air, serta emisi karbon dari berbagai model AI.
Google mengungkapkan, satu kueri teks Gemini biasanya membutuhkan 0,24 watt-jam (Wh) energi, mengeluarkan 0,03 gram setara karbon dioksida (gCO2e), dan mengonsumsi 0,26 mililiter atau sekitar lima tetes air.
Sebagai perbandingan, CEO OpenAI Sam Altman menyebutkan kueri ChatGPT rata-rata menggunakan 0,34 Wh dan sekitar seperlima belas sendok teh air.
Google juga memaparkan kemajuan yang telah dibuat dalam mengurangi dampak lingkungan dari platform Gemini. Selama 12 bulan terakhir, konsumsi energi dan jejak karbon dari median kueri teks Gemini masing-masing menurun dengan faktor 33 kali dan 44 kali. Menurut Google, kualitas respons Gemini juga meningkat dalam periode yang sama.