Dua orang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan yang melarang wakil menteri (Wamen) merangkap jabatan. Mereka adalah Daniel Yusmic P. Foekh dan Arsul Sani.
Perbedaan pendapat dari kedua hakim tersebut dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pengucapan putusan perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (28/8).
"Pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan Mahkamah a quo terdapat pendapat berbeda dari dua orang Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Arsul Sani," ujar Suhartoyo seusai membacakan amar putusannya.
Adapun Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh berpendapat bahwa MK tidak perlu merumuskan larangan rangkap jabatan bagi Wamen tersebut di dalam amar putusan.
Menurutnya, putusan nomor 80/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada 27 Agustus 2020 sudah menyatakan bahwa wakil menteri juga dilarang merangkap jabatan sebagaimana larangan bagi menteri.
"Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh yang pada pokoknya menyatakan, dalam konteks perkara a quo, pendirian Mahkamah dalam putusan MK nomor 80/PUU-XVII/2019 tetap perlu dipertahankan, semestinya tidak perlu dirumuskan dalam amar putusan," tutur Suhartoyo.
Dalam putusan 80 itu, MK menyebut bahwa seharusnya larangan menteri untuk rangkap jabatan sesuai Pasal 23 UU Kementerian Negara berlaku pula bagi wamen. Sehingga wamen bisa fokus terhadap tugasnya membantu menteri.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani berpandangan bahwa dalam menjatuhkan putusan a quo, Mahkamah perlu mendengarkan DPR dan pemerintah hingga pihak terkait yang terdampak.
"Hakim Konstitusi Arsul Sani yang pada pokoknya dalam perkara a quo menyatakan Mahkamah seharusnya perlu menerapkan due process perkara pengujian UU yang bersifat deliberative dan partisipatif, dengan mendengarkan keterangan dari pembentuk UU maupun para pihak yang terdampak," ucap Suhartoyo.
Meski ada perbedaan pendapat, mayoritas Hakim Konstitusi menyatakan permohonan soal larangan wamen rangkap jabatan layak dikabulkan.
Dalam pertimbangannya, MK memberikan tenggang waktu selama dua tahun bagi para wakil menteri (Wamen) yang merangkap jabatan untuk mundur dan fokus pada urusan kementerian.
MK menilai, tenggang waktu tersebut perlu diberikan kepada pemerintah untuk menghindari kekosongan hukum maupun ketidakpastian dalam implementasi putusan.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa perlu mengatur larangan rangkap jabatan bagi Wamen agar fokus mengurus keme...