DEMONSTRASI Aliansi Perempuan Indonesia (API) di depan Gerbang DPR pada Rabu, 3 September 2025, diwarnai simbol-simbol perlawanan. Sekitar 300 demonstran yang hadir mengenakan pakaian berwarna pink dan hitam serta membawa sapu lidi.
“Baju pink adalah simbol keberanian perempuan. Kami terinspirasi dari perempuan yang turun ke jalan dalam aksi-aksi sebelumnya, yang tetap berani meski berhadapan dengan aparat,” kata narahubung API Mutiara Ika Pratiwi saat ditemui di lokasi.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Selain warna pink, sapu lidi menjadi atribut utama. Menurut Mutiara, sapu lidi adalah lambang untuk 'menyapu bersih' kekerasan aparat dan pemborosan uang rakyat. “Kami marah karena banyak persoalan tidak dijawab pemerintah, simbol ini jadi bahasa perlawanan kami,” ujar Ketua Perempuan Mahardhika ini.
Aksi yang semula direncanakan pada 1 September itu sempat tertunda karena situasi yang dinilai tidak kondusif. API memutuskan menggelarnya dua hari kemudian.
“Kami ingin menegaskan bahwa kekerasan negara harus berhenti. Kehadiran perempuan di jalan adalah bentuk keberanian politik,” kata Mutiara.
Demonstrasi dimulai pukul 10.00 WIB. Terlihat sejumlah poster perlawanan dan sahutan perlawanan terhadap tindakan sewenang-wenang aparat. Pada pagar dan halaman depan gerbang DPR juga terpampang sejumlah korban demo, salah satunya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang dilindas oleh kendaraan Brimob. Aksi berlangsung damai hingga pukul 12.40 WIB.
Dalam enam tuntutannya, API mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan segala bentuk kekerasan negara. Mereka menuntut TNI dan Polri ditarik dari penanganan sipil, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mundur, serta pembebasan seluruh warga dan tahanan politik tanpa syarat.
API juga meminta dihentikannya kriminalisasi terhadap rakyat, aktivis, jurnalis dan pendamping hukum. Selain itu, Prabowo didesak mengembalikan militer ke barak dan menjamin hak konstitusional warga untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat tanpa intimidasi.
Berdasarkan data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ada lebih dari 3.000 orang ditangkap polisi dalam rangkaian demonstrasi sejak 25 hingga 31 Agustus 2025. “Setidaknya 3.337 massa aksi telah ditangkap sepanjang tanggal 25-31 Agustus 2025 di 20 kota, yaitu Jakarta, Depok, Semarang, Cengkareng, Kab. Bogor, Yogyakarta, Magelang, Bali, Bandung, Pontianak, Medan, Sorong, Malang, Samarinda, Jambi, Surabaya, dan Malang,” kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam siaran pers YLBHI, Selasa, 2 September 2025.
Selain itu, tercatat setidaknya ada 10 korban tewas dalam demo di berbagai kota. Dugaan kekerasan aparat terjadi dalam insiden di Jakarta dan Yogyakarta. Selain insiden di Jakarta, kerusuhan di Makassar hingga pembakaran kantor DPRD mengakibatkan korban jiwa. Laporan lokal menyatakan kematian warga Solo dan Manokwari diduga akibat gas air mata.