REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kolaborasi antara lembaga pengelola dana pensiun dengan platform e-commerce dapat memperluas inklusi layanan dana pensiun, terutama bagi para pekerja di sektor informal, seperti pelaku UMKM, petani, dan freelancer.
“Para pekerja informal ini memang participation rate-nya (tingkat partisipasinya) masih rendah sehingga memang harus didorong mereka untuk mengikuti program pensiun ini,” ucap Kepala Departemen Pengawasan Penjaminan, Dana Pensiun, dan Pengawasan Khusus OJK Asep Iskandar di Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Ia menuturkan bahwa dari 88 juta tenaga kerja informal di Indonesia, hanya 1,93 juta di antaranya yang mengikuti program dana pensiun, baik dari Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) maupun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK). Dengan begitu, rasio partisipasi para pekerja di sektor informal yang memiliki dana pensiun hanya sebesar 2,19 persen secara nasional.
Untuk meningkatkan literasi dan inklusi program dana pensiun di kalangan pekerja informal, Asep mendorong kerja sama antara lembaga pengelola dana pensiun dengan platform e-commerce untuk mengembangkan fitur pembelian dan pembayaran program dana pensiun.
Ia mengatakan mengintegrasikan layanan dana pensiun dengan marketplace berpotensi menjadi strategi paling efektif untuk menyebarkan informasi mengenai program dana pensiun, mengingat jumlah pengguna platform e-commerce sangat banyak.
“Kita semua kan mungkin suka beli apa di platform tertentu gitu ya di e-commerce dan lain sebagainya, bisa juga sebetulnya masuk ke situ ada misalnya dibuatkan mekanisme top-up (pengisian saldo) dana pensiun,” katanya.
Sementara untuk pekerja formal, Asep mengatakan adanya subsidi dari pemerintah serta ketentuan untuk mewajibkan kepemilikan terhadap program dana pensiun dapat menjadi langkah untuk meningkatkan inklusi layanan keuangan tersebut. Ia menyampaikan bahwa hanya terdapat 34,01 juta akun dana pensiun dibandingkan total 152,11 juta angkatan kerja di Indonesia atau sekitar 22 persen.
Menurutnya, hal yang menyebabkan rendahnya inklusi tersebut adalah ketidaksadaran para pekerja akan pentingnya memiliki dana pensiun serta kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan. Pihaknya pun mendorong semua pelaku kepentingan untuk terus membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan nasional.
“Kami selaku regulator maupun pihak-pihak industri harus bekerja sama untuk membuat mereka (para pekerja) aware (sadar) dan juga mungkin dalam hal tertentu perlu adanya mekanisme sinergi ya antara pemerintah, kemudian OJK selaku pengawas, untuk membangun kepercayaan kepada mereka ya,” ucap Asep Iskandar.
sumber : ANTARA