Cukai Minuman Manis Masuk RAPBN 2026, Negara Bisa Untung Rp 6 Triliun

1 month ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 dok. Irish ExaminerIlustrasi minuman energi dalam kemasan kaleng Foto: dok. Irish Examiner

Pemerintah dan DPR kembali membahas rencana pengenaan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Kebijakan ini masuk dalam deretan strategi untuk memperluas objek cukai demi mendorong penerimaan negara secara optimal.

"Ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) antara lain melalui penambahan objek cukai baru berupa MBDK," kata Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, dalam rapat kerja bersama pemerintah, Senin (7/7).

Rencana itu turut diikuti dengan kenaikan target penerimaan bea dan cukai menjadi 1,18 persen hingga 1,30 persen terhadap PDB dalam RAPBN 2026. Sebelumnya, target dalam dokumen KEM-PPKF hanya berada di rentang 1,18 persen sampai 1,21 persen.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi Amro ikut menjelaskan bahwa target penerimaan dari cukai MBDK bisa menambah pundi-pundi negara hingga triliunan rupiah. Dengan syarat regulasinya harus jelas dan tidak menimbulkan multitafsir di masyarakat.

"MBDK targetnya yang 6 persen. Untuk minuman yang pemanisnya 6 persen , yang dalam, enggak yang kandungan gulanya 6 persen. Yang 6 persen terus yang berkemasan yang sudah ada BPOM. Nah ini akan menambah objek pajak kurang lebih Rp 5-6 triliun,” ungkapnya.

Namun, kata Fauzi, implementasi kebijakan ini tergantung pada sikap pemerintah. Apakah akan dijalankan mulai semester II 2025 atau tetap menunggu tahun 2026 seperti tertuang dalam RAPBN.

 Ave Airiza Gunanto/kumparanKetua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan

"Kalau kita bicara asumsi hari ini, ini asumsi yang digunakan untuk tahun 2026. Apakah bisa berjalan di tahun 2025 semester 2, tergantung pemerintahnya,” katanya.

Ia mengingatkan, percepatan implementasi butuh sosialisasi yang matang. Supaya tak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

"Jangan sampai nanti orang makan cendol dikenakan tarif. Nah ini kan ribut nantinya. Nah ini kan harus peraturan dari kementerian pajaknya harus disosialisasikan. Jangan multitafsir seperti itu,” ujar dia.

Fauzi menambahkan, jika pemerintah tidak memperluas basis pajak, penerimaan negara berpotensi melemah.

"Kalau pemerintah tidak melakukan sesuatu dengan objek pajaknya, maka penerimaan negara kita, kan asumsi Menteri Keuangan turun 94,9 kurang lebih 95 persen. Jadi turunnya 5 persen, 0,5 persen. Tapi kalau Menteri Keuangannya melakukan kreativitas menambah objek pajak baru dengan Dirjen yang baru, otomatis pendapatan negara kita bisa bertambah seperti itu,” jelas Fauzi.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, di Kantor Kemenkeu, Selasa (20/6/2023). Foto: Nabil Jahja/kumparanDirektur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto, di Kantor Kemenkeu, Selasa (20/6/2023). Foto: Nabil Jahja/kumparan

Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto, mengingatkan bahwa implementasi cukai MBDK masih harus melihat situasi ekonomi. Ia menyebut kebijakan ini tidak semata demi penerimaan, tapi harus mempertimbangkan daya beli dan industri makanan-minuman.

"Tentunya masalah penerapan segala macam itu tentunya akan bicara dengan situasi ekonomi yang terjadi. Pertimbangannya banyak. Sama kayak rokok kemarin juga kenapa tarifnya tidak naik, hanya instrumen (harga jual eceran) HJE-nya yang dinaikkan. Itu banyak pertimbangan. Tidak semata-mata target penerimaan. Harus bicara kondisi perekonomian terupdate seperti apa,” kata Nirwala beberapa waktu lalu.

"Jadi memang pertimbangan ekonomi banyak ya. Misalnya termasuk daya beli masyarakat, kemudian keadaan industri minuman dan makanan itu sendiri," jelas Nirwala.

Read Entire Article