
China dikabarkan membidik peluang ekspor gas alam cair (liquified natural gas/LNG) di tengah eskalasi konflik di Timur Tengah yang mengancam penutupan Selat Hormuz, rute ekspor produk minyak dan gas bumi (migas) paling penting di dunia.
Dikutip dari Reuters, Minggu (22/6), hal tersebut dikatakan CEO Rosneft, Igor Sechin, salah satu orang paling berpengaruh di sektor energi Rusia. Dia mengatakan China tengah berupaya mencapai kemandirian energi sepenuhnya, dan di masa mendatang, China dapat menjadi pengekspor energi utama.
Kebangkitan ekonomi dan militer China selama 45 tahun terakhir dianggap sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan akhir-akhir ini, bersamaan dengan runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 yang mengakhiri Perang Dingin.
Sechin mengatakan, peningkatan besar dalam konsumsi listrik telah mengubah seluruh lanskap pasar energi global karena populasi melonjak di Afrika dan Asia dan revolusi digital memicu permintaan besar akan listrik.
Berbicara di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, Sechin mengatakan China menyumbang sepertiga dari investasi global di sektor energi, sedang meningkatkan kapasitas energi terbarukan dan sekarang menjadi salah satu pemimpin dalam tenaga nuklir.
"China, yang telah memastikan keamanan energinya, dengan percaya diri bergerak menuju kemandirian energi sepenuhnya, membentuk keseimbangan energi yang stabil berdasarkan sumber dayanya sendiri," kata Sechin dalam pidatonya.

"Tidak diragukan lagi, dengan mempertimbangkan kegigihan dan profesionalisme kawan-kawan China kita, bahwa di masa mendatang mereka akan mencapai hasil yang diinginkan, yang akan mengubah China dari negara pengimpor sumber daya energi menjadi negara pengekspor energi utama," tambahnya.
Saat ini, China merupakan pengimpor minyak mentah dan pengimpor utama gas alam di dunia. Sementara Rusia merupakan pengekspor minyak terbesar kedua di dunia dan memiliki cadangan gas alam terbesar di dunia.
Sechin telah menjalankan Rosneft sejak 2012. Rosneft menyumbang sekitar 40 persen produksi minyak Rusia, 14 persen produksi gas negara itu, dan 32 persen pasar kilang minyak. Perusahaan ini juga merupakan eksportir minyak Rusia terbesar ke Cina.
Sechin mengatakan bahwa keputusan OPEC+ untuk mempercepat peningkatan produksi kini dapat dibenarkan mengingat adanya konfrontasi antara Israel dan Iran. Ia menyebutkan, kelompok OPEC+ dapat mempercepat kenaikan produksi sekitar satu tahun dari rencana awal.
Ia menarik perhatian pada tumpukan utang AS yang besar, dan memperingatkan bahwa kekuatan-kekuatan besar dari Habsburg Spanyol dan Prancis pra-Revolusi hingga Kekaisaran Ottoman dan Inggris telah menurun karena tingginya tingkat utang publik.
Perluasan kompleks industri militer Barat mengalihkan sumber daya yang sangat besar dari sektor produktif dan tidak mungkin menjadi obat mujarab bagi masalah di Eropa atau Amerika Serikat, kata Sechin.
"Selalu ada jawaban yang asimetris," tambahnya.
Namun fokusnya adalah pada peran China, dan memberi contoh bagaimana pertumbuhan penjualan kendaraan listrik telah mengakibatkan penurunan signifikan dalam permintaan bahan bakar motor selama setahun terakhir.
"Jika tren ini terus berlanjut, mungkin akan ada dampak sebaliknya yang signifikan terhadap keseimbangan pasar minyak," kata Sechin.
Sechin menambahkan bahwa bagian penting dari strategi China untuk mengurangi ketergantungan pada impor energi adalah pengolahan batu bara menjadi bahan bakar sintetis dan produk kimia.
Ia mencatat sekitar 40 juta ton batu bara digunakan untuk memproduksi bahan bakar sintetis dan lebih dari 260 juta ton untuk produksi amonia dan metanol di China.
Ancaman Penutupan Selat Hormuz

Iran berpotensi menutup Selat Hormuz sebagai cara membalas serangan bertubi-tubi dari Israel, yang kini dibantu oleh Amerika Serikat (AS) yang resmi ikut menyerang fasilitas nuklir Iran. Hal tersebut disampaikan seorang anggota parlemen senior.
Anggota presidium parlemen Komite Keamanan Nasional Iran, Behnam Saeedi, mengatakan Iran memiliki banyak pilihan untuk menanggapi musuh-musuhnya dan menggunakan pilihan tersebut berdasarkan situasi yang ada.
"Menutup Selat Hormuz merupakan salah satu opsi potensial bagi Iran," katanya, berdasarkan laporan kantor berita semi resmi, Mehr.
Selat Hormuz terletak di antara Oman dan Iran, merupakan rute ekspor utama bagi produsen minyak dan gas bumi (migas) di Teluk Persia seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Irak, dan Kuwait.
Sekitar 20 persen dari konsumsi minyak harian dunia, sekitar 18 juta barel, melewati Selat Hormuz yang lebarnya hanya sekitar 33 km pada titik tersempitnya. Bahkan Qatar, pengekspor LNG terbesar di dunia, mengirimkan hampir seluruh LNG-nya melalui Selat tersebut. Sekitar 80 juta metrik ton, atau 20 persen aliran LNG global melewati Selat tersebut setiap tahun.