REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Perang fisik sebenarnya tidak terlepas dari gagasan dan ide yang melandasinya. Oleh karena itu, esensi mereka hanya dapat dipahami dan dikritik melalui praktik dekonstruksi.
Hal ini karena teks narasi tersebut mengungkapkan kontradiksi, dan mitos-mitos pendiri yang tersembunyi sekaligus membangun hasil yang mungkin tampak rasional dari perspektif logika kolonial, di mana perang adalah hal yang sah menurut standar kapitalisme monopoli.
Telah diketahui bahwa pendirian Negara Israel, seperti yang telah kita lihat, bukanlah hasil dari peristiwa politik secara langsung, melainkan lebih merupakan hasil dari akumulasi historis wacana Orientalis yang berakar pada abad ketujuh belas, di mana persepsi Barat tentang Timur, termasuk India, China, dan Arab serta Muslim secara umum, diproduksi dan dipasarkan.
Persepsi-persepsi ini menolak logika, akal, dan rasionalitas. Berbeda dengan eksklusivitas peradaban dan rasionalitas Barat, yang akan menjadi dasar epistemologi wacana Orientalis, dan dapat kita temukan dalam tulisan-tulisan Jacques Goudy, terutama bukunya: "The East in the West", adalah dekonstruksi terbaik dari dasar-dasar ini.
Namun, fokus orientalis dan antropologis adalah pada orang Arab dan Muslim, termasuk, tentu saja, orang Palestina, yang merupakan liyan yang berlawanan dan bertentangan dengan diri Barat.
Hal ini karena gambaran, visi dan persepsi tentang liyan ini menjadi dasar referensi bagi pandangan mendasar Barat tentang Timur, dan dengan analogi Israel tentang orang Arab, Muslim, dan Palestina.
Ini adalah visi yang tidak disembunyikan oleh para pemimpin Israel dari berbagai afiliasi politik yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu dalam edisi terbaru otobiografinya, A Place Under the Sun.
Dalam wacana Orientalis, Palestina adalah tanah kosong, dihuni oleh orang-orang Badui Arab nomaden yang mencari padang rumput, tidak memiliki ikatan dengan tanah tersebut, dan mereka terbelakang secara budaya. Pandangan ini sama dengan wacana yang disebut Orientalisme yang mendukung Zionisme, terutama pada akhir abad ke-19.
BACA JUGA: Demo Ricuh, Israel di Ambang Perang Saudara: Yahudi Radikal Ancam Tembaki Pendemo Anti-Perang Gaza
Dari pengetahuan ke kolonialisme
Jika para perintis Orientalisme menganggap wacana Orientalisme sebagai sebuah proyek epistemologis dan intelektual.
Para intelektual Barat dekolonial menganggap bahwa wacana ini secara tidak sengaja terjerumus ke dalam produksi pola-pola dan model-model yang sudah jadi yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan nilai yang dengan cepat diambil alih, maka kenyataan yang terjadi justru sebaliknya.