Bank Indonesia (BI) menyebut prospek ekspor Indonesia masih tetap solid, meski dibayangi ketidakpastian akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, menjelaskan posisi tarif Indonesia bersama mitra dagang utamanya relatif lebih rendah dibandingkan sejumlah negara lain.
“Kaitannya dengan tarif, ketidakpastian masih ada dalam jangka pendek bahwa yang disampaikan terkait Indonesia tarifnya lebih rendah, mitra dagang kita tarifnya juga rendah, Eropa juga lebih rendah, kita yakini ekspornya akan tetap baik,” kata Juli dalam pelatihan wartawan bersama BI di Yogyakarta, Jumat (22/8).
Namun, ia mengingatkan adanya potensi hambatan tambahan berupa tarif transhipment yang berisiko memengaruhi kelancaran arus perdagangan.
“Memang masih ada risiko terkait dengan additional tarif untuk transhipment, tapi memang secara umum tarifnya lebih rendah,” ujar Juli.
Dalam kesempatan yang sama, Juli juga menyatakan, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 4,6 persen hingga 5,4 persen sepanjang 2025.
“Kita perkirakan secara keseluruhan tahun 2025 ini masih akan tumbuh kisarannya 4,6 persen sampai 5,4 persen, berada di atas titik tengah kisaran 4,6 persen sampai 5,4 persen,” kata Juli.
Sementara itu, Juli memproyeksikan belanja pemerintah akan meningkat. Ia menambahkan, perkiraan pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kebijakan fiskal, salah satunya melalui penurunan suku bunga.
BI telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali, yakni pada September 2024, Januari, Mei, Juli, dan Agustus.
"Jadi, sudah lima kali masing-masing 25 bps. Selain itu, ada juga dari insentif likuiditas makroprudensial. Kita juga melakukan tambahan likuiditas itu juga diharapkan akan lebih mendorong ekonomi tumbuh lebih baik di semester II,” tutur Juli.