Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan perusahaan pelat merah di bawah Badan Investasi Mineral akan mengelola logam tanah jarang. Dengan demikian pengelolaan logam tanah jarang ini berada di tangan pemerintah.
Selain logam tanah jarang, Badan Investasi Mineral melalui perusahaan pelat merah juga akan mengelola mineral-mineral strategis yang memiliki nilai tambah tinggi.
“Badan Industri Mineral itu dibentuk, nanti di bawah itu ada perusahaan milik negara yang akan diberikan tugas untuk mengelola mineral-mineral strategis seperti logam tanah jarang,” kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/8).
Bahlil menyebutkan pembentukan Badan Investasi Mineral memang diperuntukkan untuk berfokus pada pengelolaan sumber daya alam, khususnya logam tanah jarang. Ini merupakan bukti konsentrasi pemerintah terhadap sumber daya alam Indonesia.
“Karena itu Bapak Presiden berpandangan bahwa penting ada satu badan untuk bisa mengelola industrinya,” jelas Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil menyebut ke depan pengelolaan tidak akan diserahkan kepada pihak umum, melainkan dikelola langsung oleh negara.
Dia menyebut pengelolaan tanah jarang hanya akan dilakukan oleh negara melalui perusahaan BUMN. Aturan mengenai pengelolaan logam tanah jarang ini masih tengah digodok.
“Ke depan kebijakan kami di hulunya, bahan bakunya itu nanti untuk logam tanah jarang tidak kami izinkan dikelola oleh umum, tapi akan dikelola oleh negara. Nanti ada tata kelola sendiri, dan kita tunggu saja aturannya,” kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/8).
Bahlil menilai, logam tanah jarang memiliki harga yang tinggi di pasar global sehingga pengelolaannya harus diatur secara ketat. Oleh karena itu, ia menyebut Badan Industri Mineral yang baru dibentuk akan difokuskan pada riset dan pengembangan industri guna menciptakan nilai tambah.
“Saya pikir apa yang dilakukan presiden sangat positif dan bagus, karena Badan Industri Mineral ini kan akan fokus pada penelitian industri untuk ciptakan nilai tambah. Seperti misalnya logam tanah jarang kita kan harganya cukup tinggi,” kata Bahlil.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi besar LTJ yang tersebar di berbagai daerah dan sebagian besar muncul sebagai produk samping dari aktivitas pertambangan, seperti Bangka Belitung juga Sulawesi.