
Israel begitu berambisi menganeksasi atau mencaplok kawasan Tepi Barat, wilayah Palestina. Ditandai dengan mayoritas anggota parlemen Israel sepakat dengan aneksasi itu.
Dikutip dari Al Jazeera, pada Kamis (24/7) anggota Knesset memberikan suara 71-13 untuk mendukung aneksasi Tepi Barat.
Dalam pemungutan suara tidak mengikat itu, mayoritas anggota Knesset menyerukan penerapan kedaulatan Israel atas Yudea, Samaria, dan Lembah Yordan -- istilah Israel untuk wilayah itu.
"Aneksasi Tepi Barat akan memperkuat Israel sebagai negara, memperkuat keamanan, dan mencegah pertanyaan apa pun tentang hak fundamental orang Yahudi atas perdamaian dan keamanan di tanah air mereka," kata Knesset.
Ide Aneksasi

Soal ide aneksasi tersebut awalnya diajukan oleh menteri keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich. Dia sendiri tinggal di permukiman ilegal Israel dan juga memegang posisi di Kementerian Pertahanan Israel, mengawasi administrasi Tepi Barat dan permukiman di sana.
Tepi Barat bersama dengan Jalur Gaza dan Yerusalem Timur berada di bawah kependudukan Israel sejak 1967. Sejak itu, permukiman Israel semakin meluas meski ilegal berdasarkan hukum internasional.
Kekerasan Merupakan Rencana Israel
Kekerasan Israel di Tepi Barat semakin parah sejak operasi militer yang dimulai pada Oktober lalu. Kekerasan hingga pembunuhan yang dilakukan pemukim Israel dilaporkan terjadi hampir setiap hari, dan sering kali didukung oleh pasukan Israel.
Mereka menyerang dan membakar properti serta kebun zaitun warga Palestina di sana.
Menurut dosen hubungan internasional dari Arab American University, Amjad Abu El Ezz, kekerasan pemukim Israel di Tepi Barat merupakan bagian strategi pemerintah untuk mencegah berdirinya negara Palestina.

Meningkatnya jumlah pembunuhan dan kerusakan rumah dan kendaraan warga Palestina oleh pemukim Israel yang berkoordinasi dengan pasukan Israel dinilai bertujuan untuk mendorong warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
"Pelemahan Otoritas Palestina yang berkuasa oleh Israel membuat kehidupan warga Palestina jadi mustahil. Di saat yang sama, Israel membangun fakta-fakta di lapangan untuk mencegah warga Palestina membangun negara mereka sendiri," kata Abu El Ezz.
"Kita berbicara mengenai lebih dari 700 ribu pemukim Israel. Mereka memiliki senjata, mereka bertindak sebagai tentara yang sejajar dengan tentara Israel," katanya lagi.
Dikecam Palestina

Wakil Presiden Palestina, Hussein al-Sheikh, mengecam keras dukungan Knesset itu. Dia mengatakan, mosi tersebut merupakan serangan langsung terhadap hak rakyat Palestina yang merusak prospek perdamaian, stabilitas, dan two-state solution.
"Tindakan sepihak Israel ini secara terang-terangan melanggar hukum internasional dan konsensus internasional yang sedang berlangsung terkait status wilayah Palestina, termasuk Tepi Barat," katanya dalam tulisan di X.
Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina juga mengecam keras mosi aneksasi. Menurut kementerian, tindakan kolonial Israel itu dapat memperkuat sistem apartheid di Tepi Barat dan mencerminkan pengabaian terang-terangan atas berbagai resolusi PBB dan pendapat penasihat Mahkamah Internasional (ICJ) yang dikeluarkan pada Juli 2024.
Kemlu Palestina juga memperingatkan tindakan itu sengaja merusak prospek implementasi two-state solution. Dan bahwa meski perluasan permukiman terus berlanjut, aneksasi de facto sudah terjadi setiap hari.
Indonesia Kutuk Tindakan Israel

Kementerian Luar (Kemlu) Indonesia mengutuk keras aksi unilateral Israel yang hendak menganeksasi Tepi Barat Palestina. Ini merupakan buntut Parlemen Negeri Zion itu menyetujui hasil voting yang hasilnya adalah 71-13 mendukung aneksasi.
"Indonesia mengutuk keras aksi unilateral Israel, sebagaimana terefleksikan dalam legislasi Knesset, untuk memaksakan kedaulatan Israel atas wilayah okupasi Tepi Barat," tulis akun X resmi Kemlu @Kemlu_RI, Kamis (24/7).
Pemerintah Indonesia mengatakan tindakan itu melanggar prinsip dasar memperoleh wilayah dengan cara tidak melalui kekerasan.
Kemlu menegaskan Indonesia mendukung resolusi konflik di sana dengan menekankan Solusi Dua Negara.
"Kami menegaskan kembali dukungan terhadap Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sesuai garis batas sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sesuai Solusi Dua Negara," katanya.
"Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB dan masyarakat internasional untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk menghalangi tindakan ilegal Israel yang bertujuan untuk menjadikan pendudukan ilegalnya di wilayah Palestina permanen," sambungnya.