Zionisme, Imperialisme dan Kolonialisme di Palestina.

3 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Oleh : Andri Rosadi, Ph.D.*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Israel berdiri pada tahun 1948, ada lebih dari 500 kota dan desa Palestina yang mereka rampas dan hancurkan. Selain itu, hampir satu juta penduduk terusir menjadi pengungsi di berbagai wilayah, termasuk di Yordania dan Lebanon hingga saat ini. Derita bangsa Palestina akibat konstruksi negara Israel tidak akan pernah mampu digambarkan oleh kata, dan belum ada bandingannya dalam sejarah.

Bagaimana memahami akar konflik Arab dan Yahudi di Palestina? Dan bagaimana pula cara penyelesaiannya? Disini, saya ingin mengutip pandangan kritis mendiang Edward Said, seorang intelektual Palestina yang bermukim di Amerika. Menurutnya, imperialisme dan kolonialisme adalah dua kata yang paling fungsional untuk menjelaskan akar konflik ini. Imperialisme adalah teori, sementara kolonialisme adalah praktik.

Imperialisme memberikan “theoretical framework” bagaimana kaum pribumi dipandang, dilihat dan kemudian diperlakukan. Lihatlah, dalam kasus Palestina ini, bagaimana pandangan-pandangan ‘filosofis’ itu diproduksi dan direproduksi dalam segala lini: akademik, sastra, politik dan media. Berikut beberapa sitasi yang diungkap oleh Said.

Conder, seorang penulis, membuat narasi tentang orang Arab dengan ungkapan berikut: ‘they are brutally ignorant, fanatical, and above all, inveterate liar’ (Mereka sangat bodoh, fanatik, dan terutama pembohong besar). Penulis lain, Kitchener, mengungkapkan dalam bahasa berbeda, namun dengan makna yang tidak kalah pejoratif: ‘ruthless destroyer, uneducated’ (perusak yang kejam, tidak berpendidikan).

Sejalan dengan itu, Drake juga mengatakan bahwa orang Arab, ‘the fellahin, are all in the worst type of humanity’ (para fellahin, semuanya adalah tipe kemanusiaan terburuk). Flinders Petrie menggunakan kata ‘savage’ (liar) untuk menyebut orang-orang Arab, sementara Stanley Cook menuduh ada ‘the inherent weakness of the characters of the inhabitants’ (kelemahan bawaan dalam karakter penduduk Arab); ada ‘rapid deterioration’ (kerusakan yang cepat) dan peradaban Arab tak lebih dari ‘deception’ (tipu muslihat). Di atas segalanya, Macalister menutup penilaiannya tentang orang Arab dengan kesimpulan absurd: ‘the most unprogressive country on the face of the earth’(negeri yang paling tidak progresif di muka bumi).

Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut, maka ‘the native’ dianggap tidak pernah exist, hanya ada pada level frase, bukan substantive. Orang Arab irrelevant. Palestina adalah ‘empty land’, sementara jutaan penduduk Arab yang telah menghuni tanah tersebut selama berabad-abad tak lebih dari kerumunan kosong tak bernilai. Dalam Bahasa Rabbi Meir Kahane: mereka hidup di tempat dan waktu yang salah. Jika begitu, kemana Arab Palestina itu harus pindah?

Kahane menjawab simple: ‘I don’t care’. Pandangan inilah yang kemudian menjadi legitimasi bagi kedatangan orang-orang ‘beradab’ yang akan memberikan nilai beda terhadap ‘uncivilized Arab’. Untuk konteks Palestina, para pendatang “beradab” itu adalah Yahudi Eropa dan Amerika, untuk mentransformasikan ‘tanah kosong’ itu, dari ‘the dark East’ menjadi ‘the bright West’.

Read Entire Article