Sambil terduduk di kursi roda, I Gusti Bagus Saputra masih semangat menceritakan pengalamannya saat terlibat Perang Margarana. Perang itu dipimpin I Gusti Ngurah Rai saat Belanda hendak menduduki Bali pada 1946.
Pria kelahiran 17 Januari 1930 itu tergabung dalam Dewan Perjuangan Rakyat Indonesia (DPRI) dan ikut sebagai mata-mata. Usianya kala itu masih 16 tahun.
Dia bercerita, Belanda pertama kali masuk ke Bali pada 2 Maret 1946. Saat itu, ada 2 batalyon Belanda masuk melalui Sanur.
"Maka terjadi pertempuran-pertempuran sengit melawan Belanda itu," ujar Bagus saat ditemui di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (10/8).
Dia menyebut, Ngurah Rai saat itu baru saja kembali dari Yogyakarta usai diangkat Presiden Soekarno menjadi Panglima Angkatan Bersenjata untuk Sunda Kecil.
Di perjalanannya pulang, Ngurah Rai sempat dicegat oleh Belanda ketika melintasi Selat Bali. Banyak perahu milik pejuang Indonesia ditenggelamkan Belanda.
Beruntung, Ngurah Rai masih selamat dengan berjalan kaki menuju Munduk, Buleleng. Di situ kemudian dijadikan Markas Besar Dewan Perjuangan Rakyat Sunda Kecil.
Di markas itu, Bagus bercerita, Ngurah Rai mulai menyusun strategi untuk mengusir Belanda dari Pulau Dewata.
"Dari sana dia kemudian diatur pertempuran-pertempuran karena kita sudah punya senjata, ya kita gempur Belanda itu," kenang Bagus.
"Konvoi-konvoi Belanda, truk-truk Belanda kita serang di tempat-tempat sunyi, Kota Denpasar malahan kita gempur," sambung dia.
Pada 11 April 1946, menurut Bagus, pihaknya berhasil menggempur Belanda. Kota Denpasar pun kembali dikuasai.
"Belanda mati disebut 45 orang dan luka-luka 127 orang. Kita hanya tewas 6 orang," tutur dia.
Usai serangan itu, Bagus mengungkapkan, bala bantuan Belanda langsung datang. Dengan terpaksa Bagus dan rekan-rekannya mundur ke hutan belantara.
"Kemudian perbantuan kapal terbang Belanda datang pada pagi hari. Jadi kita mundur ke pedalaman," jelasnya.
Karena banyaknya korban yang tumbang, Belanda kemudian bersurat ke Ngurah Rai untuk membuka ruang perundingan. Namun Ngurah Rai menolaknya mentah-mentah. Ngurah Rai tetap ingin Belanda angkat kaki dari Bali.
"Belanda marah, rumahnya Pak Rai di Carangsari dibakar habis. Rumahnya Pak Rai dibakar, istri dan anaknya dip...