Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Donald Trump mengaku "terkejut" melihat Israel yang pernah memiliki kekuatan lobi sangat kuat di Kongres Amerika Serikat (AS), kini tak lagi memiliki kekuatan itu seiring meningkatnya anggota Kongres baik dari Partai Demokrat dan Republik yang berani mengkritisi aksi militer Israel di Jalur Gaza. Di Kantor Oval di Gedung Putih, Trump dalam wawancara dengan Daily Caller pada Jumat (29/8/2025) yang dipublikasikan Senin (1/9/2025) ini mengatakan, dua dekade lalu, Israel memiliki "lobi terkuat di Kongres atau badan apapun" tapi pengaruh kuat itu telah hilang.
"Israel pernah yang terkuat. Hari ini tidak punya lobi yang kuat. Itu luar biasa," kata Trump.
"Ada masanya saat anda tidak bisa bicara buruk, jika anda ingin menjadi politisi, anda tidak bisa berbicara buruk. Tapi hari ini, anda punya AOC (Alexandria Ocasio-Cortez) tambah tiga, dan adanya juga punya orang-orang gila ini, dan mereka benar-benar, mereka telah mengubahnya (kongres)," kata Trump, merujuk pada anggota kongres progresif yang selama ini kerap mengkritisi dukungan militer AS untuk Israel.
"Israel adalah pelobi terkuat yang pernah saya lihat. Mereka telah mengontrol Kongres, dan sekarang mereka tidak, anda tahu, saya sedikit terkejut melihat hal itu," kata Trump.
Pernyataan Trump itu merespons sebuah pertanyaan merujuk pada polling March Pew yang menunjukkan bahwa 53 persen dari warga dewasa AS sekarang tidak suka dengan Israel, meningkat dari angka 42 persen pada 2022. Pewawancara menyoroti meningkatnya kekuatan blok "America First" dari kalangan pendukung Partai Republik yang skeptis atas dukungan terhadap Israel.
Polling dari Universitas Quinnipiac yang dirilis pekan lalu juga menunjukkan bahwa 60 persen pemilih menentang kebijakan pengiriman senjata tambahan ke Israel, angka oposisi tertinggi sejak serangan 7 Oktober 2023 Hamas terhadap Israel. Separuh dari responden, termasuk 77 persen dari kalangan Demokrat, mengatakan, Israel telah melakukan Genosida di Gaza.
Israel telah membunuh lebih dari 63 ribu warga Palestina di Gaza sejak Oktober 2023. Kampanye militer Israel telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza dan memicu bencana kelaparan.
Pada November 2024, Mahkamah Kriminal Internasional menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan melawan kemanusiaan di Gaza. Israel kini juga menghadapi gugatan kasus genosida di Mahkamah Pidana Internasional.
sumber : Anadolu