Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato pada sesi ke-78 Majelis Umum PBB, Jumat, 22 September 2023 di markas besar PBB.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Pengumuman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin, Rabu, untuk mendukung visi "Israel Raya" melengkapi agenda besar Alkitabiah yang menggunakan warisan Talmud untuk membenarkan kebijakan ekspansionisnya.
Terutama sejak dia bersumpah bertahun-tahun yang lalu untuk memimpin "Israel" menuju apa yang dia sebut sebagai "abad keseratus" dan mengejutkan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 22 September 2023 dengan menyajikan "peta Israel Raya".
Proyek ini diadopsi oleh sayap kanan Israel, yang kini bersekutu dengan Netanyahu. Pemimpin partai ekstremis Jewish Home, Bezalel Smotrich, mengusulkannya 2016— saat itu menjadi anggota Knesset—perbatasan Israel harus diperluas hingga mencakup Damaskus, di samping tanah enam negara Arab, yakni Suriah, Lebanon, Yordania, Irak, sebagian Mesir, dan Arab Saudi, untuk mewujudkan impian Zionis dari Sungai Nil hingga Sungai Efrat.
Smotrich, yang memegang portofolio keuangan untuk partai "Zionisme Agama" dalam pemerintahan Netanyahu, memperbarui proposal ini pada Maret 2023, saat berpidato di Paris.
Dan di podium tempat dia berdiri ada peta yang menyertakan "Tanah Israel", mengacu pada fakta bahwa Israel terdiri dari Palestina dan Yordania yang bersejarah.
BACA JUGA: Mengapa Orang Yahudi Menganggap Malaikat Jibril Musuh Bagi Mereka?
Sejak partai Likud pimpinan Menachem Begin berkuasa di Israel pada 1977, proyek Israel Raya telah menjadi program politik yang didasarkan pada ide-ide yang lahir jauh lebih awal, diikuti dengan perubahan-perubahan yang menggunakan nama alkitabiah untuk Tepi Barat "Yudea dan Samaria", dan mendorong permukiman Yahudi.
Para pendukung ekstrem kanan yang menganut keyakinan alkitabiah ini mengandalkan teks-teks, terutama Kitab Kejadian, serta suara-suara di dalam gerakan Zionis yang menyerukan perluasan perbatasan Israel hingga mencakup sebagian besar wilayah Timur Tengah.