Tenaga Ahli dari Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit, Melly Kartika Adelia, tak hadir memenuhi pemanggilan KPK pada Selasa (5/8). Dia sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).
"Informasi yang saya terima sampai sore malam hari ini yang bersangkutan tidak hadir. Nanti kami akan cek apakah ada surat permintaan untuk penjadwalan ulang atau penundaan. Nanti akan kami cek ya," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung KPK.
Menurut Budi, penyidik sedang mendalami soal aliran uang terkait kasus ini. Khususnya uang yang disebut sebagai dana non-bujeter. KPK belum menjelaskan lebih rinci mengenai dana tersebut.
"Kami akan melihat aliran dari dana non-bujeter itu larinya ke mana saja, peruntukannya untuk apa saja. Nah, itu semuanya didalami," ucapnya.
Terkait pemeriksaan saksi dari pihak BPK, Budi tak menampik bahwa hal tersebut terkait dengan proses audit dalam pengadaan iklan tersebut.
"Terkait dengan BPK-nya sendiri bahwa BJB juga dilakukan audit kinerja, audit keuangan, KPK tentu butuh untuk melihat auditnya itu hasilnya seperti apa," kata Budi.
"Itu yang didalami oleh penyidik, apakah ada pengkondisian dari audit yang dilakukan ya, sehingga nanti kita akan melihat apakah ada rekayasa-rekayasa yang dilakukan, itu seperti apa, nah itu masuk materi ke penyidikan," pungkasnya.
Belum ada keterangan dari Melly Kartika Adelia mengenai ketidakhadirannya dalam panggilan KPK pada hari ini.
Kasus Korupsi Dana Iklan Bank BJB
Dalam konferensi pers penetapan tersangka, Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menjelaskan bahwa dugaan korupsi Bank BJB yakni terkait penempatan iklan di media pada 2021-2023.
Pada kurun waktu itu, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola divisi corsec. Nilainya kurang lebih sebesar Rp 409 miliar. Anggaran itu dipakai sebagai biaya penayangan iklan di media, baik TV, cetak, maupun online. Bekerja sama dengan enam agensi.
Sebanyak enam agensi tersebut yakni, PT Antedja Muliatama, PT Cakrawala Kreasi Mandiri, PT Wahana Semesta Bandung Ekspress, PT Cipta Karya Mandiri Bersama, PT Cipta Karya Sukses Bersama, dan PT BSC Advertising.
KPK menemukan bahwa ada selisih pengeluaran uang BJB untuk agensi dengan uang dari agensi kepada media. Ada ketidaksesuaian pembayaran. Dari anggaran Rp 409 miliar itu, hanya sekitar Rp 100 miliar yang benar-benar digunakan untuk iklan.
Terdapat selisih Rp 222 miliar yang kemudian fiktif. Dana tersebut diduga kemudian digunakan pihak BJB untuk memenuhi kebutuhan dana non-bujeter. Namun, KPK belum menjelaskan lebih lanjut mengenai dana tersebut.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah:
1. Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama BJB;
2. Widi Hartoto selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary BJB;