REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan dua pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR dan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025). Pada pukul 09.00 WIB, ia memaparkan capaian kerja pemerintah yang telah berjalan hampir 300 hari. Sore harinya, pukul 14.30 WIB, Prabowo membacakan pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
RAPBN 2026 menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,2–5,8 persen dengan defisit 2,53 persen dari PDB. Inflasi diproyeksikan 1,5–3,5 persen, nilai tukar Rp 16.500–Rp 16.900 per dolar AS, dan harga minyak 60–80 dolar AS per barel. Pendapatan negara ditargetkan Rp 3.094–Rp 3.114 triliun, sementara belanja negara Rp 3.800–Rp 3.820 triliun.
Namun, target tersebut berpotensi tertekan akibat kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Ekonom dari Departemen Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai, Presiden Donald Trump kembali menghidupkan proteksionisme dengan tarif 19 persen terhadap banyak produk impor. Kebijakan ini bukan hanya instrumen perdagangan, tetapi juga senjata politik-ekonomi yang mengguncang rantai pasok global.
“Bagi Indonesia, dampaknya bisa signifikan: ekspor melemah, rupiah tertekan, dan inflasi meningkat,” ujarnya dalam pesan singkat.
Menurut Syafruddin, RAPBN 2026 disusun sebelum efek penuh tarif tersebut terasa, sehingga berisiko menghadapi tekanan berat bila asumsi makro terganggu. Dunia usaha, kata dia, dipaksa beradaptasi lebih cepat, mencari pasar alternatif, dan meningkatkan substitusi impor. Pemerintah juga perlu memperkuat insentif fiskal dan strategi diversifikasi ekspor agar daya saing tetap terjaga.
Ia menegaskan, pemerintah dan Bank Indonesia harus bekerja sama menjaga stabilitas ekonomi. “Kementerian Keuangan harus memastikan belanja produktif dan basis pajak kuat, sementara Bank Indonesia menjaga stabilitas rupiah, likuiditas, dan inflasi. Tanpa sinergi, APBN akan rapuh menghadapi guncangan eksternal,” katanya.
Syafruddin mengingatkan, RAPBN 2026 adalah ujian keseimbangan. “Bila pendapatan, belanja, dan pertumbuhan bergerak harmonis, Indonesia bisa memanfaatkan momentum global dengan percaya diri. Namun bila belanja tidak produktif dan pendapatan melemah, defisit bisa berubah menjadi bom waktu,” ujarnya.