Pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2026 sebesar Rp 2.357,7 triliun atau naik 13,5 persen dibanding tahun lalu. Meski begitu, target pendapatan tersebut dilihat masih sulit dicapai dalam waktu dekat.
Peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS, Riandy Laksono melihat target penerimaan tersebut masih memerlukan beberapa langkah seperti mengalihkan pekerja dari sektor informal ke sektor formal. Namun, hal tersebut bukanlah hal yang mudah.
“Perluasan basis pajak itu akan sulit dilakukan dalam waktu dekat kecuali kita berhasil melakukan industrialisasi yang makin kencang, atau meningkatkan pekerja-pekerja ke sektor formal, dan lain sebagainya itu perlu dilakukan tapi itu enggak mudah,” kata Riandy ditemui di Kantor CSIS, Pakarti Building, Jakarta Pusat pada Senin (18/8).
Dengan adanya target penerimaan pajak yang naik 13,5 persen dibanding tahun lalu, Riandy juga menilai peningkatan hingga dua digit tersebut kurang masuk akal, karena biasanya target pendapatan pajak hanya naik 5-6 persen.
“Pertumbuhan penerimaan yang double digit itu biasanya terjadi saat commodity boom itu sedang berlangsung, waktu di zaman-zamannya Presiden SBY di awal-awal ketika China lagi booming,” ujarnya.
“Jadi sekarang enggak ada sumber pertumbuhan ekonomi baru yang sangat clear, sehingga sumber penerimaan akan susah dibayangkan naiknya 13 persen,” lanjutnya.
Pada RAPBN 2026, pemerintah juga menetapkan defisit Rp 638,8 triliun atau 2,48 persen dari produk domestik Bruto (PDB). Keberadaan target peningkatan pendapatan pajak tersebut menurut Riandy juga menjadi satu-satunya cara agar target defisit tersebut tetap terjaga.
Hal yang dikhawatirkan Riandy adalah pemerintah yang berpotensi mengejar penerimaan pajak dengan cara membabi buta.
“Ini yang enggak kita mau, karena potensi perlambatan ekonomi masih ada sehingga konsumsi perlu dijaga terus-terusan. Daripada duitnya di-keep oleh pemerintah mendingan duitnya ada di rakyat untuk dikonsumsi dan untuk dibelanjakan itu yang lebih baik,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan tidak ada kebijakan baru terkait pajak dalam RAPBN 2026. Pemerintah tidak akan menambah jenis pajak baru, melainkan fokus memperkuat basis yang ada melalui reformasi internal, digitalisasi sistem, hingga pemanfaatan Coretax.
"Kebijakan akan mengikuti UU (Undang-undang) yang ada. Tidak ada pajak baru. Lebih kepada reform di internal," ujarnya.
Ia menambahkan, pertukaran data antar instansi akan diperluas dan pemanfaatan teknologi diperkuat untuk meningkatkan efektivitas pengawasan.