Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melihat postur anggaran 2026 justru berfokus untuk popularitas dan janji politik sehingga berisiko untuk keberlanjutan fiskal. Dari anggaran Rp 335 triliun, akan dialokasikan untuk 82,9 juta penerima manfaat serta 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Anggaran untuk menaikkan janji politik dan menjaga popularitas masih akan sangat membengkak. MBG naik 2 kali lipat, subsidi energi juga masih besar. Nah, kita juga melihat teknokratisme dan prinsip kedisiplinan fiskal makin melemah,” kata peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS, Riandy Laksono, dalam media briefing CSIS di Pakarti Building, Jakarta Pusat pada Senin (18/8).
Selain itu, Riandy juga menyoroti anggaran MBG yang justru menjadi porsi yang menjadi dominasi dari anggaran pendidikan. Pada RAPBN 2026, anggaran pendidikan ada pada angka Rp 757,8 triliun di mana MBG menjadi porsi terbesar.
“Itu catatan yang paling penting di sini. Kesehatan juga ada komponen MBG-nya lagi-lagi di sana,” ujarnya.
Terkait dampak dari MBG, Riandy menilai MBG memang bagus untuk meningkatkan fokus di sekolah dan untuk perbaikan nutrisi. Meski demikian, jika perbaikan nutrisi tersebut ditujukan agar memiliki dampak ekonomi, Riandy menilai hal tersebut masih memerlukan waktu panjang.
“Setelah mereka SMP, SMA, dan mungkin waktu dia masuk ke lapangan kerja (baru berdampak). Jadi saya nggak melihat bahwa MBG itu harus very rushing right now, harus all in semua dilakukan saat ini,” kata Riandy.
Maka dari itu, hal yang dikhawatirkan dari besarnya anggaran MBG tahun depan adalah terjadinya mismatch atau ketidakcocokan program dengan dampak ekonomi yang diharapkan.
“Karena kita telanjur commit all in dan sudah telanjur ngurangin (anggaran) dari yang lain, ini yang jadi masalah. Kecuali kalau kita tiba-tiba punya Rp 300 triliun yang baru dalam perekonomian, enggak masalah kalau untuk MBG semuanya. Masalahnya adalah duit ini adalah proses dari efisiensi yang sebelumnya,” ujarnya.
Ia juga menyarankan jika yang diharapkan adalah dampak ekonomi, maka seharusnya alokasi anggaran ke depan bukanlah mengalihkan beberapa pos anggaran menjadi anggaran MBG. Hal yang seharusnya dilakukan adalah menggunakan anggaran untuk beberapa hal lain yang sudah terbukti berdampak pada perekonomian.
"Uang itu kalau dipakai untuk misalkan bangun jalan di pedesaan, memperbaiki sarana irigasii lagi, memperbaiki sekolah-sekolah lebih masif lagi, dan infrastruktur-infrastruktur yang lain sebagaimana telah kita miliki channel spending-nya sebelumnya, mungkin dampak ekonominya jauh lebih baik ketika kita tahan itu untuk MBG,” kata Riandy.