Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) dan Rusia dilaporkan mendiskusikan potensi kerja sama energi di sela-sela perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina pada bulan ini. Hal ini diungkapkan lima sumber yang mengetahui langsung jalannya pembicaraan.
Kesepakatan energi itu, menurut sumber, sengaja ditawarkan sebagai insentif agar Kremlin bersedia menyepakati perdamaian di Ukraina dan sebagai imbalannya Washington akan melonggarkan sanksi terhadap Moskow.
Adapun Rusia selama ini terisolasi dari investasi internasional di sektor energi sejak invasi Ukraina pada Februari 2022.
Tiga sumber menyebutkan salah satu isu yang dibicarakan adalah kemungkinan Exxon Mobil kembali masuk ke proyek minyak dan gas Sakhalin-1 di Rusia, yang ditinggalkan perusahaan AS tersebut pada 2022 setelah invasi. Kremlin sempat menyita 30% saham operator Exxon di proyek itu, dan perusahaan merugi hingga US$4,6 miliar.
Empat sumber lain mengatakan dibahas pula peluang bagi Rusia untuk membeli peralatan asal AS guna proyek LNG, termasuk Arctic LNG 2 yang saat ini berada di bawah sanksi Barat. Washington melihat kesempatan ini untuk menekan Moskow agar menggunakan teknologi AS alih-alih China.
"Washington berusaha mendorong Rusia membeli teknologi dari AS, bukan dari China, sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk menjauhkan Moskow dari Beijing," kata salah satu sumber, dilansir Reuters, Selasa (26/8/2025).
Sebelumnya, Reuters pada 15 Agustus melaporkan adanya gagasan agar AS membeli kapal pemecah es bertenaga nuklir dari Rusia. Ide ini juga sempat masuk ke meja diskusi.
Tiga sumber menambahkan bahwa pembahasan dilakukan saat utusan khusus AS, Steve Witkoff, berkunjung ke Moskow awal bulan ini dan bertemu Presiden Vladimir Putin serta utusan investasi Rusia, Kirill Dmitriev. Dua sumber lain menyebut isu yang sama juga dibicarakan di Gedung Putih dengan Presiden Donald Trump.
Salah satu sumber mengatakan isu energi tersebut bahkan sempat diangkat dalam KTT Alaska pada 15 Agustus.
"Gedung Putih sebenarnya ingin segera mengumumkan sebuah kesepakatan besar usai KTT Alaska," kata sumber itu. "Trump merasa dengan cara itulah ia bisa menunjukkan keberhasilan."
Menariknya, pada hari yang sama dengan KTT Alaska, Putin menandatangani dekrit yang memungkinkan investor asing, termasuk Exxon Mobil, untuk mendapatkan kembali saham di proyek Sakhalin-1-tentu dengan syarat mereka turut mendukung pencabutan sanksi Barat terhadap Rusia.
Sementara itu, proyek Arctic LNG 2 yang dikelola mayoritas oleh Novatek tetap berjalan meski tersandung sanksi. Fasilitas pengolahan gas kembali beroperasi sejak April dengan kapasitas terbatas.
Reuters melaporkan, lima kargo sudah dikirim tahun ini menggunakan kapal tanker yang juga terkena sanksi. Dari tiga unit produksi yang direncanakan, satu masih dalam tahap perencanaan dengan teknologi yang diperkirakan datang dari China.
Ketika diminta konfirmasi, juru bicara Dmitriev menolak berkomentar. Exxon Mobil juga menolak memberi tanggapan, sementara Rosneft dan Novatek tidak merespons permintaan komentar.
Seorang pejabat Gedung Putih menegaskan bahwa Trump dan tim keamanan nasionalnya terus menjalin kontak dengan pejabat Rusia dan Ukraina untuk mengupayakan pertemuan bilateral demi menghentikan pertumpahan darah. "Bukan untuk kepentingan nasional jika isu-isu ini dinegosiasikan secara terbuka," katanya.
Di tengah pembahasan, Trump tetap melontarkan ancaman akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap Rusia jika pembicaraan damai tidak mencapai kemajuan. Ia juga mengancam memberlakukan tarif tinggi pada India, salah satu pembeli utama minyak Rusia, yang bisa memperberat ekspor Moskow.
Strategi transaksi ala Trump ini bukan pertama kalinya muncul dalam perundingan Ukraina. Awal tahun, sejumlah pejabat sempat mengeksplorasi opsi agar AS menghidupkan kembali aliran gas Rusia ke Eropa.
Namun rencana itu kandas karena Uni Eropa telah menetapkan target menghapus seluruh impor gas Rusia pada 2027. Berbeda dengan Eropa, diskusi terbaru lebih menitikberatkan pada kemungkinan kesepakatan bilateral antara AS dan Rusia.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trump Emosi Putin 'Tidak Ada Gunanya', Siapkan Rentetan Sanksi Baru