
Suryadharma Ali adalah teman dekat saya sewaktu kuliah di IAIN, yang sekarang berganti nama menjadi UIN Syahid Jakarta. Kami sama-sama kuliah di Fakultas Tarbiah. Beliau adalah adik kelas saya, tapi kami sama-sama tinggal di Asrama Putra IAIN Jakarta.
Dia aktif di organisasi ekstra kampus PMII, sedangkan saya di IMM. Azyumardi Azra adalah teman dekatnya di HMI. Sewaktu jadi mahasiswa kami juga sering terlibat kegiatan intra kampus. Suryadharma terbilang mahasiswa yang pintar dan aktif berorganisasi. Dia memiliki bakat kepemimpinan yang cukup menonjol.
Sewaktu saya ujian skripsi bersama teman sekelas saya, Ace Saifuddin, yang juga merupakan teman dekat Suryadharma, dia hadir memberikan semangat. Tapi lama kemudian, saya tidak pernah lagi bertemu dengannya.
Baru ketika saya menjadi panitia dialog pengusaha Muhammadiyah dengan pengusaha nasional saya bertemu dengannya. Acara ini banyak dihadiri pengusaha nasional, terutama pengusaha keturunan Tionghoa seperti Muchtar Ritayadi dari Grup Lippo dan Hari Dharmawan dari Matahari Department Store. Saat itu saya cukup terkejut. Panelis dari Hero Supermarket rupanya bukan Kahfi Kurnia, melainkan Suryadharma Ali.
Saya benar-benar dibuat kagum dengan penampilannya. Saya lihat dia sangat fasih berbicara tentang bisnis, lengkap dengan segala lika-likunya. Saya benar-benar berharap dia terjun ke dalam dunia bisnis secara serius. Apalagi Hero Supermarket waktu itu sedang naik daun, dan kami sedang mendorong anak-anak muda dari kalangan Islam agar juga mau fokus terjun ke dunia bisnis. Dan Suryadharma Ali adalah salah satu anak muda yang jadi harapan saat itu.

Tapi sayangnya beliau tampaknya lebih tertarik masuk dunia politik dan memilih Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebagai tempat berlabuh. Kiprahnya di dunia politik cukup sukses hingga berhasil terpilih menjadi Ketua Umum PPP. Dia juga pernah menjadi Menteri Koperasi serta Menteri Agama.
Ketika beliau menjadi Menteri Agama, saya sangat sering bertemu dan memberikan saran-saran yang saya anggap penting. Ada satu saran saya yang dia akui dia sangat dengarkan namun belum bisa laksanakan: agar pejabat di Kementerian Agama tidak hanya didominasi kelompok tertentu saja.
Saya melihat hal semacam ini seharusnya tidak terlalu berat bagi Pak Menteri, kata saya, sebab Pak Menteri adalah ketua umum dari partai yang anggotanya berasal dari berbagai ormas dengan latar belakang beragam. Beliau lalu berjanji akan mewujudkan saran itu.
Tetapi ketika ada pelantikan eselon tiga dan empat di Kementerian Agama, tidak ada satu pun yang berasal dari organisasi yang saya usulkan. Beliau lalu menelepon saya dan meminta maaf kepada saya karena belum bisa melaksanakan apa yang saya harapkan.
Tak lama kemudian beliau tersandung masalah dan ditahan di Penjara Sukamiskin, Bandung. Saya datang membesuk sambil bertanya, apakah teman-teman yang dulu dekat juga sudah datang membesuk. Jawabannya benar-benar membuat saya terkejut.
"Setan semua," kata beliau sambil bersungut.
Saya cuma bisa menghibur dengan bilang, "Ya sabar saja, begitulah hidup."