
KOMITE Pengawasan DPR AS merilis lebih dari 30 ribu dokumen terkait kasus Jeffrey Epstein pada Selasa (3/9), di tengah meningkatnya tekanan publik agar kasus ini dibuka secara transparan. Dokumen tersebut mencakup log penerbangan, berkas pengadilan, rekaman pengawasan penjara, serta memo internal.
Meski jumlahnya besar, Partai Demokrat menilai mayoritas dokumen tersebut sudah pernah dipublikasikan sebelumnya. Mereka menilai tidak ada informasi baru, termasuk yang ditunggu publik, seperti daftar klien Epstein.
Ketua Komite dari Partai Republik, James Comer, menyebut langkah ini sebagai bagian dari upaya memberikan keterbukaan. Namun kubu Demokrat menudingnya hanya manuver politik.
Sementara itu, anggota DPR Thomas Massie (Republik) bersama Ro Khanna (Demokrat) mendorong resolusi bipartisan untuk memaksa Departemen Kehakiman membuka seluruh dokumen tanpa sensor. Mereka mengklaim mendapat dukungan dari para korban yang menuntut transparansi penuh. “Korupsi tidak bisa diberantas kalau kebenaran disembunyikan,” kata Massie.
Namun upaya tersebut mendapat resistensi dari pimpinan Partai Republik di DPR, yang menilai rilis penuh berpotensi membahayakan privasi korban. Ketua DPR Mike Johnson mengatakan, “Kami mendukung transparansi maksimum, tapi harus dengan cara yang tetap melindungi para korban.”
Korban Epstein
Pertemuan tertutup antara pimpinan DPR dengan enam korban Epstein berlangsung emosional. Sejumlah anggota keluar ruangan dengan air mata, menyebut kesaksian para penyintas “mengguncang dan menyakitkan”.
Beberapa anggota Partai Republik yang awalnya skeptis kini mulai mendukung langkah Massie. Marjorie Taylor Greene, misalnya, menyatakan siap menandatangani petisi untuk membawa resolusi ke pemungutan suara penuh di DPR.
Masih ada perdebatan sengit: apakah membuka semua dokumen benar-benar akan memberikan keadilan bagi korban, atau justru memperkeruh politik di Capitol Hill. Namun satu hal jelas, kasus Epstein masih menjadi bom waktu yang menguji komitmen Kongres terhadap transparansi. (CNN/Z-2)