
LAPORAN S&P Global mencatat Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2025 sebesar 51,5. Skor ini naik 2,3 poin dari capaian bulan Juli yang berada di level 49,2, sekaligus mengembalikan Indonesia posisi ke fase ekspansi setelah lima bulan berturut-turut mengalami kontraksi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan, laporan PMI manufaktur itu menggambarkan adanya peningkatan permintaan, bertambahnya aktivitas pembelian, sehingga stok bahan baku bertambah. Dari sisi harga, sambung Shinta, inflasi biaya input pada Agustus tercatat solid, tetapi tetap berada di bawah rata-rata jangka panjang dan masih menjadi yang terendah kedua dalam hampir lima tahun terakhir.
"Kami memandang prospek manufaktur relatif lebih positif untuk kuartal berikutnya, asalkan momentum perbaikan permintaan ini bisa dijaga. Sentimen pelaku usaha membaik karena ada harapan peningkatan daya beli domestik dan potensi peningkatan ekspor. Namun, kita tidak bisa mengabaikan faktor politik domestik dan global yang berpengaruh terhadap investor confidence serta arus modal," ujar Shinta saat dihubungi, Rabu (3/9).
Ia menyoroti persoalan dinamika sosial dan politik beberapa hari terakhir yang perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah. Pengusaha, tambah Shinta, memandang penting bagi pemerintah untuk menjaga rule of law, keamanan, dan komunikasi publik yang efektif, sehingga situasi tidak berkembang menjadi systemic disruption terhadap aktivitas ekonomi.
"Stabilitas adalah kunci, karena tanpa itu, kepercayaan investor dan kelancaran rantai pasok bisa terdampak," tegas Shinta.
Dirinya menambahkan strategi pengusaha saat ini berfokus pada mitigasi risiko berbasis scenario planning. Artinya, pengusaha menyiapkan proyeksi untuk berbagai skenario dari kondisi politik stabil hingga potensi policy uncertainty. Selain itu, fokus pada cost efficiency dan supply chain resilience menjadi prioritas.
"Kami juga mendorong market diversification untuk mengurangi ketergantungan pada satu pasar ekspor," bebernya.
Apindo, menekankan pentingnya policy consistency agar pelaku usaha bisa membuat perencanaan. Jika kepastian regulasi terjaga, pengusaha akan lebih berani menambah belanja modal dan berekspansi.
"Jadi, optimismenya ada, tetapi dengan sikap prudent optimism, disertai strategi adaptif agar bisnis tetap agile dalam menghadapi segala kemungkinan," pungkas Shinta. (Fal/E-1)