REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar baru-baru ini menuai sorotan kritis dari masyarakat. Saat menyampaikan pidato pembukaan acara Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan Batch 3 Tahun 2025 di UIN Syarif Hidayatullah, Rabu (3/9/2025) lalu, ia sempat menyatakan, "Kalau mau cari uang, jangan jadi guru, jadi pedagang-lah."
Sontak saja, ucapan ini menimbulkan perdebatan di tengah publik. Akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Endro Dwi Hatmanto PhD mengatakan, pernyataan Menag tersebut tak sekadar soal pilihan diksi.
Menurut dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Pendidikan Bahasa (FPB) UMY itu, guru di Indonesia sudah amat lama mengalami persoalan kesejahteraan. Alhasil, ucapan Menag yang semula mungkin dimaksudkan untuk menekankan spirit pengabdian, justru menimbulkan kesan merendahkan profesi guru.
“Mungkin maksud beliau (Menag) ingin menekankan sisi pengabdian guru, tapi kalimatnya justru menyinggung banyak pihak. Seorang pejabat publik semestinya mampu melontarkan pernyataan yang memberi dorongan moral, bukan sebaliknya,” ujar Endro Dwi Hatmanto, dikutip Republika dari laman Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (4/9/2025).
Bagaimanapun, lanjut dia, ada sisi realitas yang seyogianya tak diabaikan. Ucapan Menag itu seolah-olah menjadi alarm bahwa kondisi guru, khususnya yang honorer, masih jauh dari sejahtera.
Menurut Endro, masalah kesejahteraan guru tidak bisa hanya dipandang sebagai persoalan individual atau pilihan profesi orang per orang. Sebab, ini mencerminkan kebijakan negara yang belum sepenuhnya berpihak.
“Kalau pemerintah sungguh-sungguh ingin menghargai guru, mestinya ada komitmen nyata. Guru harus ditempatkan sebagai prioritas. Karena tanpa mereka, kualitas pendidikan mustahil bisa ditingkatkan," kata dia.
Endro mengusulkan adanya standar kesejahteraan guru. Ini dapat ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai suatu standar nasional yang mesti menjadi acuan bagi seluruh daerah.
Di banyak daerah, kesenjangan antara guru yang aparatur sipil negara (ASN) dan yang honorer begitu jelas. Yang satu memperoleh tunjangan profesi, sedangkan yang lain kerap terpaksa bertahan hidup dengan gaji yang jauh di bawah kelayakan.
“Tidak adil jika persoalan ini hanya diserahkan ke daerah atau sekolah. Pemerintah pusat perlu membuat standar kesejahteraan nasional. Dengan begitu, profesi guru tidak lagi dipandang sebagai pilihan pasrah, melainkan profesi yang benar-benar dihargai,” tukas dia.
Sudah minta maaf
Ucapan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar tentang guru viral di media sosial. Di mana, dia menyatakan bahwa guru jangan ikut-ikutan berdagang seperti pedagang untuk mencari uang.
Terkait hal itu, Menag menyampaikan klarifikasi sekaligus permohonan maaf terkait potongan video pernyataannya yang sempat menimbulkan tafsir berbeda mengenai profesi guru.
“Saya menyadari bahwa potongan pernyataan saya tentang guru menimbulkan tafsir yang kurang tepat dan melukai perasaan sebagian guru. Untuk itu, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak ada niat sedikit pun bagi saya untuk merendahkan profesi guru. Justru sebaliknya, saya ingin menegaskan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia, karena dengan ketulusan hati merekalah generasi bangsa ditempa,” ujar Menag dikutip dari akun Instagram @kemenag_ri, Rabu (3/9/2025).
Menag mengatakan, dirinya pun seorang guru. “Puluhan tahun hidup saya, saya abdikan di ruang kelas, mendidik mahasiswa, menulis, dan membimbing. Karena itu, saya sangat memahami bahwa di balik kemuliaan profesi ini, guru tetap manusia yang membutuhkan kesejahteraan yang layak,” katanya.