Massa yang terdiri dari gabungan sejumlah organisasi mahasiswa dan organisasi masyarakat di Sulut, bahkan memaksa para anggota DPRD Sulut untuk menandatangani Berita Acara Tuntutan yang telah disediakan oleh para pendemo ini.
Adapun tuntutan dari GERAM Sulut ada yang berskala nasional dan juga lokal daerah. Hal tersebut dikarenakan tuntutan tersebut sama-sama bermuara pada satu hal yakni ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai menyusahkan rakyat.
"Situasi Indonesia tercinta saat ini mengalami berbagai peristiwa memilukan yang merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan negara yang tidak pro-rakyat, malah sebaliknya mempertontonkan hal-hal yang justru memicu kemarahan masyarakat yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun," ujar pendemo.
Mereka juga menyoroti tindakan negara dalam mengatasi demonstrasi yang justru memperlihatkan adanya tindakan represif yang tidak menyasar akar masalah. Bahkan di Sulawesi Utara menurut mereka, ada pengacara dan pembela HAM yang ditangkap dan dihalangi saat menjalankan bantuan hukum kepada demonstran.
Demo sendiri berlangsung damai dan tertib. Walaupun sempat terjadi debat di awal kedatangan mereka, karena mereka memaksa masuk ke dalam kantor DPRD Sulut, tapi akhirnya kondisi bisa berjalan kondusif. Bahkan, beberapa demonstran terlihat duduk di jalan tanpa ada ricuh.
Adapun tuntutan para demonstran adalah meminta evaluasi dan mereformasi kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran, reformasi menyeluruh di tubuh DPR RI, menolak militer di ruang sipil, mencopot Kapolri dan segera reformasi tubuh Polri, Transformasi Partai Politik dan Revisi UU Pemilu, mengesahkan RUU Masyarakat adat, Perampasan Aset, PPRT dan Revisi UU Ketenagakerjaan tanpa skema Omnibus Law, menolak revisi RKUHP tanpa partisipasi bermakna, menaikkan upah minimum di tahun 2026 sebesar 8,5 hingga 10,5 persen, mencabut PP 35/2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Reformasi Kebijakan Perpajakan dan menghentikan kriminalisasi terhadap pembela HAM.
Sementara itu, selain skala nasional, para pendemo juga membawa isu lokal di Sulut, seperti perampasan lahan pertanian yang telah dikelola puluhan tahun oleh masyarakat di Desa Kalasey II Minahasa, nelayan yang terus karena terancam kehilangan ruang hidup akibat rencana reklamasi yang mulai berjalan di Manado Utara, penanganan kasus kekerasan seksual yang lambat di lingkungan Polda Sulut, Pergub Disabilitas yang tidak kunjung disahkan oleh Pemprov Sulut, serta pekerja sektor informal dengan segala ketidakpastian terhadap jaminan kesehatan juga jaminan kesejahteraan.
Mereka juga mengkritik upaya pelibatan Ormas Adat dalam proses pengamanan massa aksi yang justru mempersempit ruang penyampaian pendapat, serta juga dapat memicu konflik horizontal yang tidak sejalan dengan semangat atas perlawanan pada kekuasaan yang menindas.
Adapun tuntutan di isu lokal adalah: